Dewan Redaksi Media Group Jaka Budi Santosa/Media Indonesia/Ebet (Jaka Budi Santosa)
Media Indonesia • 12 June 2025 07:04
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.'' Pernyataan itu sungguh meneduhkan, bisa membuat hati tenang. Sayangnya ia keluar dari mulut pejabat di negeri seberang.
Yang bermaklumat seperti di atas memang pengelola negara nun jauh di sana. Di Swedia, bagian dari 'Benua Biru' yang kalau diukur dari Jakarta berjarak 10.497 km. Yang bertutur namanya Per-Arne Hakansson, anggota DPR setempat dari Partai Sosial Demokrat. Dia dimintai tanggapan oleh BBC, Januari silam, ihwal kebijakan negaranya untuk tidak memberikan fasilitas kendaraan dinas bagi para pejabat.
Kebijakan itu mendapat perhatian luas. Media Eropa gencar mewartakannya. Alhasil, ia beramplifikasi ke segala penjuru bumi. Ia banjir apresiasi, juga memantik rasa iri dari masyarakat belahan dunia lainnya. Iri, kok negara mereka tak melakukan hal yang sama.
Apa yang diputuskan Swedia memang layak membuat cemburu. Mereka mencabut kemewahan dan keistimewaan buat para pejabat mereka. Selain tak memberikan mobil dinas dan tunjangan untuk membeli mobil, tak ada sopir pribadi. Untuk bepergian, para menteri dan anggota parlemen dipersilakan menggunakan transportasi umum, kereta atau bus, berbarengan dengan warga negara yang mereka wakili dan layani.
Parlemen hanya punya tiga mobil dinas berjenis Volvo S80 yang cuma boleh digunakan ketua dan tiga wakilnya. Itu pun hanya bisa dipakai untuk tugas-tugas parlemen. Pantang digunakan untuk mengantarkan anggota DPR dari kantor ke rumah. Hanya perdana menteri yang berhak menggunakan mobil dari pasukan keamanan secara permanen.
"Kami tidak berbeda dengan warga kebanyakan. Yang membuat kami istimewa ialah kesempatan untuk ikut menentukan kebijakan negara," ucap Hakansson lagi. Hebat, bukan?
Begitulah, Swedia paham betul cara bernegara yang baik, yang setara antara pejabat dan rakyat. Jangankan duduk manis di mobil dinas, politikus yang menghabiskan uang negara untuk memakai taksi saja bakal menjadi sasaran pemberitaan. Bagi rakyat Swedia, tidak ada alasan untuk memanjakan pejabat dengan kemewahan. Bagi pejabat Swedia, tidak ada dalih untuk memanfaatkan jabatan dan kekuasaan demi menikmati kemewahan.
Alangkah enaknya hidup di negara seperti itu. Tidak banyak negara, termasuk negara ini, yang tak memanjakan pejabat dengan yang enak-enak. Antara hitam dan putih. Lain Swedia, beda di Indonesia. Kalau di Swedia, tak ada mobil dinas buat pejabat, di Indonesia sebaliknya. Di sini, menteri atau anggota kabinet bahkan bisa mendapatkan dua mobil dinas.
Baca: 3 Artis Berstatus Pejabat Telah Lapor LHKPN, Sebagian Belum Lengkap |