Ilustrasi rupiah. Foto: MI/Susanto.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini kembali mengalami penguatan dan menyentuh level Rp16.400-an per USD.
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 4 Maret 2025, rupiah hingga pukul 09.33 WIB berada di level Rp16.421 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat 58 poin atau setara 0,34 persen dari Rp16.479 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.421 per USD. Rupiah menguat 53 poin atau setara 0,32 persen dari Rp16.474 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan kembali menguat.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.430 per USD hingga Rp16.490 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis harian.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Hati-hati tarif Trump
Menurut Ibrahim, investor berhati-hati menunggu keputusan tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump yang akan dirilis minggu ini, tetapi ketidakpastian atas tarif tersebut mengisyaratkan kemungkinan tindakan yang lebih lunak.
Suasana hati investor juga suram setelah Trump mengumumkan tarif tambahan 10 persen untuk Tiongkok dan menegaskan kembali jadwal tarifnya untuk pungutan 25 persen untuk Meksiko dan Kanada.
Namun pada Minggu, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan Trump akan menentukan tingkat
tarif yang tepat pada Selasa, yang mengindikasikan ada kelonggaran untuk pungutan yang kurang agresif.
Dari dalam negeri, jelas Ibrahim, faktor penguat rupiah ditopang oleh sektor manufaktur Indonesia yang mengalami pertumbuhan signifikan pada Februari 2025, didorong oleh meningkatnya permintaan domestik dan optimisme produsen. Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia mencapai 53,6, naik dari 51,9 pada Januari 2025.
"Kenaikan ini mencerminkan perbaikan yang jelas dalam kesehatan sektor produksi barang. Peningkatan permintaan baru yang mencapai level tertinggi dalam hampir satu tahun menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan. Selain itu, aktivitas pembelian dan ketenagakerjaan juga mencatat pertumbuhan yang signifikan," papar dia.
Secara bersamaan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Februari terjadi deflasi 0,48 persen secara bulanan (
month to month/mtm). Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,99 pada Januari 2025, menjadi 105,48 pada Februari 2025.