Kegiatan perkuliahan tatap muka di Universitas Islam Gaza. (TRT World)
Willy Haryono • 30 November 2025 09:03
Jakarta: Universitas Islam Gaza memulai kembali menggelar perkuliahan tatap muka untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir, setelah aktivitas pendidikan terhenti akibat agresi militer Israel yang menghancurkan sebagian besar infrastruktur pendidikan di Jalur Gaza.
Perkuliahan luring perdana itu dimulai pada Sabtu, 29 November, dengan memanfaatkan gedung-gedung kampus yang rusak akibat serangan udara. Di balik dinding-dinding yang retak dan bangunan yang belum sepenuhnya pulih, ratusan mahasiswa kembali memenuhi ruang kelas sebagai simbol keteguhan warga Palestina untuk merebut kembali kehidupan dan pendidikan di tengah kehancuran.
Menurut Kantor Media Pemerintah Gaza yang dikutip TRT World, Minggu, 30 November 2025, serangan Israel telah menghancurkan total 165 sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan, sementara 392 lainnya mengalami kerusakan sebagian, sehingga melumpuhkan sektor pendidikan di wilayah tersebut.
Sebagian gedung Universitas Islam Gaza juga saat ini masih digunakan sebagai tempat pengungsian ratusan keluarga yang kehilangan rumah, sehingga pihak universitas mendesak otoritas terkait untuk segera menyediakan solusi hunian alternatif. Gaza diperkirakan membutuhkan sekitar 300.000 unit tenda dan hunian prefabrikasi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal warga.
Presiden Universitas Islam Gaza, Asaad Yousef Asaad, menyebut kembalinya perkuliahan tatap muka sebagai momen bersejarah. “Hari ini adalah hari bersejarah. Kami kembali menjalankan pendidikan meski tragedi dan kekejaman masih membekas,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa rakyat Palestina memiliki kecintaan yang besar terhadap kehidupan dan pendidikan.
Asaad menjelaskan bahwa mahasiswa dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan menjadi kelompok pertama yang kembali mengikuti kelas secara langsung. Proses pemulihan dilakukan secara bertahap dan dikoordinasikan dengan Kementerian Pendidikan dan Pendidikan Tinggi Palestina.
Selama masa perang, universitas terpaksa mengandalkan pembelajaran daring di tengah keterbatasan listrik, jaringan komunikasi, serta kondisi pengungsian. Meski demikian, sekitar 4.000 mahasiswa berhasil lulus melalui sistem pembelajaran jarak jauh.
Salah satu mahasiswa Fakultas Kedokteran, Malak al-Moqayad, mengaku penuh haru dapat kembali mengikuti perkuliahan secara langsung. Ia menyebut pendidikan kedokteran membutuhkan praktik lapangan, sehingga kehadiran fisik di ruang kelas sangat penting.
“Kami semua merasa bangga, bahagia, dan terhormat bisa kembali belajar,” katanya.
Mahasiswa lainnya, Sama Radi, juga menyatakan kegembiraannya mengikuti hari pertama kuliah tatap muka usai agresi. Ia menyebut kembalinya aktivitas akademik sebagai bukti bahwa Palestina mampu bangkit dari kehancuran.
“Di tengah puing-puing, kami tetap duduk di ruang kelas. Saya bangga pada negara dan universitas kami yang kembali berdiri,” ujarnya.
Sejak Oktober 2023, Israel dilaporkan telah menewaskan lebih dari 70.000 warga Palestina di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Sebagian besar wilayah di enklave tersebut luluh lantak, dan hampir seluruh penduduknya terpaksa mengungsi.
Baca juga: Guru di Gaza Dirikan Kelas Belajar dalam Tenda di Tengah Gencatan Senjata