BI Diminta Segera 'Sunat' Suku Bunga, Ini Alasannya

Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: dok MI/Rommy Pujianto

BI Diminta Segera 'Sunat' Suku Bunga, Ini Alasannya

M Ilham Ramadhan Avisena • 12 September 2024 14:14

Jakarta: Bank Indonesia didesak untuk segera merelaksasi kebijakan BI Rate. Pasalnya berbagai indikator serta perkembangan ekonomi domestik maupun global telah membuka ruang bank sentral untuk memangkas bunga acuan.
 
"Indef menyarankan, karena suku bunga tinggi dan ada kebutuhan menurunkan suku bunga segera, karena tanda global yang dikhawatirkan mulai mereda, bahasa sederhananya kita butuh penurunan suku bunga ini," kata ekonom Indef Eko Listiyanto di Jakarta, Kamis, 12 September 2024.
 
Berbagai faktor yang dinilai membuka ruang BI untuk memangkas BI Rate ialah sinyal The Federal Reserve menurunkan Fed Fund Rate (FFR) kian kuat pada bulan ini. Itu dilandasi pada data ekonomi Amerika Serikat yang cukup positif, hingga tingkat inflasi yang mengarah pada sasaran.
 
Kecenderungan penurunan FFR di bulan ini mestinya dipertimbangkan dengan baik oleh BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan depan. Pasalnya selama ini Gubernur dan Deputi Gubernur BI menjadikan perkembangan AS sebagai alasan untuk menahan BI Rate di angka 6,25 persen.
 
"Kita butuh sekali untuk segera menurunkan suku bunga, karena AS kasih sinyal kuat penurunan FFR, inflasi (AS) cenderung turun, dan ini bagus untuk kita. Penurunan pertama itu penting, kalau selanjutnya, market itu sudah bisa price in, yang pertama ini harus bisa dipastikan, untuk bisa menunjukkan independensi kalau kita tidak harus mengekor kebijakan global," jelas Eko.
 

Tensi geopolitik mulai melandai

 
Faktor kedua yang dapat dijadikan pertimbangan bagi BI untuk menurunkan BI rate ialah tensi geopolitik global mulai melandai. Kendati ketegangan geopolitik belum stabil, namun tensi yang cenderung melandai merupakan momentum bagi bank sentral mengambil kebijakan suku bunga yang ekspansif.
 
Faktor ketiga ialah pergerakan nilai tukar dolar AS yang tak lagi tinggi. Itu dapat dilihat dari indeks dolar AS (DXY) yang saat ini cenderung stabil melambat di kisaran 100. Hal itu turut membuat nilai tukar rupiah bergerak menguat dalam beberapa waktu terakhir.
 
"Sekarang rupiah kita juga sudah mulai melandai di angka Rp15.400 (per USD). Jadi semakin terlihat bahwa untuk merespons cepat memanfaatkan momentum ini menggerakkan perekonomian," tutur Eko.
 
Faktor keempat yaitu posisi cadangan devisa Indonesia yang cukup tinggi, di kisaran USD150 miliar. Posisi itu, imbuh Eko, sekaligus menjadi yang terbesar sepanjang sejarah. Hal tersebut juga memperkuat dorongan bagi BI untuk segera menurunkan BI Rate.
 
Ia menilai, relaksasi kebijakan moneter amat urgen. Itu karena keputusan BI pada BI Rate memengaruhi gairah sektor riil di Tanah Air. Biaya mahal di sektor riil tak luput dari kebijakan bunga acuan bank sentral yang cukup ketat, alias tinggi.
 
Pemangkasan BI Rate, kata Eko, dapat menjadi angin segar dan mendongkrak optimisme pelaku pasar maupun di sektor riil terhadap perekonomian ke depan. "Ini harus segera, kalau menunggu terus ini akan menghilangkan momentum. Kalau ada penurunan suku bunga, tentu ada analisis internal BI, tapi kami mendorong karena secara umum ini bisa BI Rate turun," jelasnya.
 
Pemangkasan BI Rate dalam waktu dekat juga diperlukan untuk menghambat tanda-tanda pelambatan ekonomi yang mulai muncul. Jangan sampai, perekonomian Indonesia tumbuh di bawah lima persen pada triwulan III-2024 lantaran BI terlambat memutuskan penurunan bunga acuan.
 
Baca juga: Konsumsi Rumah Tangga Tertekan BI Rate Tinggi
 

Dorong geliat perekonomian

 
Turunnya bunga acuan dinilai dapat membanjiri ekonomi dengan likuiditas. Banjirnya likuiditas akan menarik pergerakan sektor riil yang berimplikasi pada geliat perekonomian. Karenanya, alih-alih hanya mengamankan sektor keuangan, kebijakan BI juga mesti ditujukan untuk mendongkrak kinerja sektor riil.
 
"Kami melihat cuan terbaik itu yang mengalir ke sektor riil, diputar kembali ke perekonomian, bukan hanya disimpan di sektor keuangan. Ini dibutuhkan untuk ekonomi saat ini, itu harus dari pembuat kebijakan," tutur Eko.
 
Faktor lain yang mestinya dijadikan pertimbangan BI memangkas suku bunga ialah transisi pemerintahan yang berjalan dengan mulus. Eko menilai itu sebagai modal penting lantaran estafet pemerintahan tak diwarnai kegaduhan yang memberi dampak negatif pada perekonomian.
 
"Ini modal, bagaimana ini bisa mendorong perekonomian sangat bergantung pada pengambil keputusan nanti. Apakah akan business as usual, hanya merespons yang ada di global, maka stabilitas hanya akan terjadi di sektor keuangan, tapi riil melemah dan kita harus bersiap pada pertumbuhan ekonomi yang tidak membawa arah baik pada Indonesia Emas," tutup Eko.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)