Cegah PHK Massal, Hubungan Industrial di Indonesia Dinilai Perlu Diselamatkan

Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PT Pegadaian, Mufri Yandi. Dok. Istimewa

Cegah PHK Massal, Hubungan Industrial di Indonesia Dinilai Perlu Diselamatkan

Achmad Zulfikar Fazli • 25 June 2025 17:35

Jakarta: Hubungan industrial di Indonesia sedang menghadapi tekanan berat. Dalam tiga bulan terakhir, lebih dari 5 ribu kasus perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) tercatat secara nasional. 

Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PT Pegadaian, Mufri Yandi, mengatakan perubahan regulasi pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Cipta Kerja menambah ketidakpastian di tingkat implementasi. Fenomena ini menandakan relasi antara pengusaha dan pekerja masih jauh dari kata sehat.

"PHK massal, kontrak kerja yang ambigu, dan lambannya penyelesaian sengketa ketenagakerjaan menunjukkan relasi kerja kita belum didasari oleh kepercayaan dan kolaborasi yang kuat," ujar Mufri dalam pernyataannya, Rabu, 25 Juni 2025.

Mufri menilai akar persoalan bukan hanya terletak pada aturan hukum semata, tapi juga pada budaya hubungan kerja yang minim dialog. Selain itu, belum terbangunnya budaya komunikasi tripartit yang sehat antara pemerintah, pemberi kerja, dan serikat pekerja menjadi penghambat utama penyelesaian krisis.

"Hubungan industrial bukan hanya soal hukum ketenagakerjaan. Ini soal relasi antar manusia dalam sebuah ekosistem kerja," kata dia.

Mufri menyerukan agar ketiga aktor utama dalam hubungan industrial mengambil langkah nyata, yakni pemerintah sebagai pencipta ruang dan penengah aktif.

"Perkuat forum dialog tripartit seperti Dewan Pengupahan dan LKS (lembaga kerja sama) Tripartit," tutur dia.
 

Baca Juga: 

Jumlah Pekerja Paruh Waktu di Indonesia Tembus 37,6 Juta Orang


Dia juga mendorong agar reformasi sistem penyelesaian sengketa ketenagakerjaan dapat lebih cepat, murah, adil, dan mengembangkan sistem peringatan dini untuk mendeteksi potensi PHK massal.

"Buat standar pelaksanaan pasca putusan MK, termasuk batas kontrak PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan perlindungan tenaga kerja lokal," ucap dia.

Dia menyampaikan pemberi kerja juga harus transparan dan bertanggung jawab. Dia menegaskan pemberi kerja harus melibatkan serikat pekerja dalam keputusan strategis, seperti efisiensi atau transformasi digital.

"Bangun komunikasi dua arah antara manajemen dan pekerja. Fokus pada penyelesaian, bukan semata-mata perlawanan," terang dia.

Mufri menekankan hubungan industrial yang sehat tidak cukup dibangun lewat regulasi semata. Tetapi, membutuhkan komitmen bersama untuk saling mendengar dan membangun.

"Jika pemerintah menyediakan ruang dialog yang inklusif, pengusaha membuka ruang transparansi, dan serikat pekerja hadir sebagai mitra strategis, maka kita bisa mewujudkan hubungan kerja yang kompetitif secara ekonomi, adil secara sosial, dan stabil secara politik," ujar dia.

Dia mengingatkan seluruh pihak agar duduk bersama sebelum kondisi semakin memburuk. "Jangan tunggu hubungan industrial ini runtuh. Mari duduk bersama sebelum semuanya terlambat," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)