Perlu Langkah Antisipatif Sikapi Dampak Konflik Global

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie). Dok Medcom.id

Perlu Langkah Antisipatif Sikapi Dampak Konflik Global

Achmad Zulfikar Fazli • 2 July 2025 18:27

Jakarta: Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mendorong upaya antisipatif dalam menyikapi dampak konflik global terhadap perekonomian nasional. Dia menilai kenaikan harga minyak dan gas akibat konflik Israel-Iran memengaruhi ekonomi global, termasuk Indonesia.

"Langkah antisipatif harus mampu dipersiapkan dengan baik dalam upaya mewujudkan perlindungan bagi setiap warga negara dari dampak ekonomi akibat konflik global yang terjadi," kata Lestari dalam sambutan tertulisnya saat membuka diskusi daring bertema Dampak Ekonomi Keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Israel dan Iran 2025 yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar 12, Jakarta, Rabu, 2 Juli 2025. 

Dalam kondisi ini, Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat kebijakan fiskal dan jaminan pemenuhan kebutuhan energi setiap negara mesti diperkuat. Anggota Komisi X DPR dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu mendorong sejumlah langkah penguatan sektor ekonomi yang didasari semangat negara untuk melindungi setiap anak bangsa. 

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap para pemangku kepentingan, para pakar, dan masyarakat dapat berkolaborasi dengan baik untuk melahirkan sejumlah solusi dalam mengatasi dampak ekonomi akibat konflik global yang terjadi.  

Wakil Ketua Komisi XII DPR, Sugeng Suparwoto, mengatakan DPR sedang menyusun asumsi makro yang salah satu dasar perhitungannya adalah sektor energi. Menurut Sugeng, pemerintah perlu memitigasi kondisi saat ini dengan cermat, mengingat Indonesia murni pengimpor minyak. 

Bila harga minyak dunia melampaui harga minyak yang ditetapkan di APBN, Sugeng menilai, dampaknya akan ke mana-mana. Menurut Sugeng, patokan harga minyak mentah Indonesia di APBN ditetapkan USD82 per barel. Dampak konflik Israel-Iran menyebabkan harga minyak mencapai USD78 per barel. 

"Bersyukur harga minyak dunia saat ini belum melampaui harga patokan di APBN kita," ujar dia. 
 

Baca Juga: 

Ketegangan Timur Tengah Harus Dikelola untuk Mencegah Rivalitas Geopolitik Meruncing


Menurut Sugeng, berbagai upaya efisiensi dan pemanfaatan energi baru terbarukan harus segera dilakukan untuk meredam dampak gejolak harga BBM akibat konflik global.

Kepala Ekonom BCA, David Sumual, mengungkapkan sentimen negatif yang dominan antara lain perang dagang Amerika Serikat dan tensi geopolitik di sejumlah kawasan. Menurut David, ada sejumlah negara yang survive pada kondisi saat ini dan bisa menjadi contoh. Salah satunya adalah Malaysia.

"Investasi teknologi China di Malaysia saat ini cukup tinggi," ujar dia. 

Sejatinya, ungkap David, ekonomi China sangat bergantung pada permintaan dari Amerika Serikat. Meski diakuinya, impor Amerika Serikat hanya 13 persen dari impor dunia. 

Dalam menyikapi dampak konflik global, David mendorong pemerintah memperkuat program hilirisasi dan menyinergikan sejumlah program pemerintah. Seperti program 3 juta rumah, harus diikuti dengan perbaikan ekosistem industri properti di Tanah Air. 

Analis Kebijakan Ahli Madya, Kemenko Perekonomian, Thasya Pauline, berpendapat dalam lima tahun terakhir, pasca pandemi, dampak global memengaruhi ekonomi nasional. Tensi geopolitik saat ini dan negosiasi dagang Amerika Serikat mengancam perekonomian global.

Menurut Thasya, dampak konflik Israel-Iran jauh lebih kecil daripada dampak yang dipicu konflik Rusia-Ukrania. Mengingat, Rusia dan Ukrania menyumbang 2,54 persen nilai ekspor dunia per tahun. Sementara itu, Iran dan Israel hanya menyumbang 0,03 persen ekspor dunia. 

Meski begitu, tegas Thasya, Indonesia harus tetap mewaspadai perkembangan konflik Israel-Iran dan melakukan mitigasi yang tepat untuk mengantisipasi dampaknya. Menurut Thasya, pemanfaatan energi bersih dengan meningkatkan energi baru terbarukan dalam bauran energi yang dimanfaatkan masyarakat, harus segera direalisasikan. 
 
Baca Juga: 

Menlu Ungkap Dampak Suplai Minyak ke Indonesia Jika Iran Blokir Selat Hormuz


President S. ASEAN International Advocacy & Consultancy, Shanti R. Shamdasani, berpendapat sejumlah kebijakan politik dan ekonomi yang diambil Presiden AS Donald Trump merupakan pesan yang dikirim untuk China. Namun, sejumlah kebijakan itu berdampak pada negara lain di dunia, sehingga menimbulkan collateral damage. 

Menurut Shanti, Amerika Serikat saat ini memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar. Bila terjadi gejolak perdagangan global, Amerika Serikat bisa mengambil alih perdagangan minyak dunia dengan cadangan yang mereka miliki. 

Bila terjadi penutupan Selat Hormuz, jelas dia, yang terkena dampak besar adalah China. Sebab, Negeri Tirai Bambu itu tidak memiliki cadangan minyak yang cukup. 

Untuk mengantisipasi konflik yang berkepanjangan, Shanti menyarankan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk pengembangan basis ekonomi nasional yang lebih baik. 

"Kita harus mampu me-manage semua potensi yang kita miliki untuk memperkuat kemandirian demi mengantisipasi dampak terburuk," ujar Shanti. 

Wartawan senior Saur Hutabarat mengaku senang mendengar pemerintah sudah mempersiapkan langkah antisipasi bila perang Israel-Iran berlangsung lama. Namun, Saur bersyukur perang tersebut hanya berlangsung 12 hari. 

"Begitu pendek waktu perang itu, sehingga bisa dinilai levelnya sedikit di atas perang-perangan," ujar dia.

Saur mengungkapkan perang itu berhenti, setelah Trump menelepon pemimpin Israel dan Iran. Artinya, perang panjang atau pendek itu tergantung pikiran Trump panjang atau pendek.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)