Komisi III DPR Menegaskan KUHAP Baru Tak Atur Penyadapan

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. Foto: Metrotvnews.com/Fachri.

Komisi III DPR Menegaskan KUHAP Baru Tak Atur Penyadapan

Anggi Tondi Martaon • 18 November 2025 09:20

Jakarta: Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru tidak mengatur penyadapan sama sekali. Hal itu disampaikan untuk membantah informasi yang menyebut bakal beleid tersebut yang menyebut bahwa polisi bisa menyadap secara sewenang-wenang tanpa izin pengadilan.

Informasi tersebut juga menyebut KUHAP baru memberikan kewenangan kepada polisi untuk membekukan sepihak tabungan dan semua jejak online, mengambil ponsel, laptop, dan data. Polisi juga disebut bisa sewenang-wenang menangkap, menggeledah, melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana.

"Informasi tersebut di atas adalah hoaks, alias tidak benar sama sekali," kata Habiburokhman dikutip dari Antara, Selasa, 18 November 2025.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra itu menjelaskan, ketentuan yang benar ialah pengaturan penyadapan bakal diatur dalam aturan khusus. Hal itu merupakan bunyi Pasal 136 ayat (2) KUHAP.

Baca juga: 14 Substansi Revisi KUHAP yang Bakal Disahkan Jadi UU

Untuk saat ini, pendapat sebagian besar fraksi di DPR bahwa penyadapan harus dilakukan sangat hati-hati. Serta harus dengan izin pengadilan.

"Ketentuan tersebut justru yang akan menjadi pondasi pengaturan penyadapan di UU Penyadapan nantinya," ungkap Habiburokhman.

Selain itu, dia menyampaikan bahwa dalam Pasal 140 ayat (2) KUHAP baru, semua bentuk pemblokiran, termasuk tabungan dan jejak online harus mendapat izin hakim. Lalu, Pasal 44 KUHAP baru juga menegaskan bahwa semua bentuk penyitaan harus dilakukan dengan izin Ketua pengadilan negeri.

Kemudian, penangkapan, penahanan, dan penggeledahan juga harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Penindakan tersebut harus dilakukan dengan syarat yang sangat ketat.

Dalam Pasal 94 dan Pasal 99 KUHAP baru, menurut dia, penangkapan dilakukan dengan setidaknya dua alat bukti, penahanan baru bisa dilakukan apabila terdakwa mengabaikan panggilan dua kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, memberikan informasi tidak sesuai fakta, menghambat proses pemeriksaan, berupaya melarikan diri, melakukan ulang pidana, terancam keselamatannya, mempengaruhi saksi untuk berbohong.

"Sementara penggeledahan diatur Pasal 112 KUHAP baru bisa dilakukan atas izin Ketua Pengadilan Negeri," sebut Habiburokhman.

Menurut dia, naskah RUU KUHAP bisa dilihat di laman resmi DPR. Masyarakat juga bisa menyaksikan rekaman pembahasan KUHAP bisa dilihat di kanal YouTube TV Parlemen.

"Jangan percaya dengan hoaks, KUHAP baru harus segera disahkan mengganti KUHAP lama yang tidak adil," ujar Habiburokhman.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)