MK Ingatkan KPU-Bawaslu Lebih Teliti dalam Penulisan Waktu Agar tak Terjadi Konflik

Ilustrasi. Foto: Dok MI

MK Ingatkan KPU-Bawaslu Lebih Teliti dalam Penulisan Waktu Agar tak Terjadi Konflik

Devi Harahap • 15 January 2025 13:30

Jakarta: Ketua majelis hakim Mahkamah Konstitusi panel 3 Arief Hidayat, mengingatkan semua pemohon dan termohon khususnya penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu untuk memperhatikan redaksional terkait waktu tanggal penetapan keputusan hasil Pilkada secara benar untuk meminimalisir konflik.

Perkara itu diajukan oleh pasangan Cabup-Cawabup Kota Jayapura Nomor urut 03 Boy Markus Dawir dan Dipo Wibowo sebagai pemohon dengan KPU Kota Jayapura sebagai termohon dan Bawaslu Kota Jayapura sebagai pihak terkait.

“Untuk KPU, Bawaslu dan semuanya, ada yang harus kita pahami bersama bahwa Pilkada itu adalah masalah yang berhubungan dengan para pihak. Keakuratan tanggal, hari dan jam sampai menit itu penting karena ada batasan-batasan kapan boleh diajukan dan kapan melewati tenggang waktu dan sebagainya,” jelas Hakim Arief dalam sidang PHP Pilkada di ruang sidang MK pada Rabu, 15 Januari 2025.

Lebih lanjut Arief menjelaskan bahwa bagi para pemohon dan termohon harus segera memberikan berkas bukti perbaikan kepada MK maksimal tiga hari setelah dilakukan pembacaan petitum di persidangan.  

“Perbaikan juga begitu. Jadi, perbaikannya 3 hari setelah itu dihitung semua. Antara pileg dalam pilpres dengan Pilkada juga berbeda, kalau Pilpres itu 24 jam tapi kalau Pilkada menghitungnya hari. Jadi harus presisi,” ujarnya.
 

Baca juga: 

MK Persoalkan Akreditasi Lembaga Pemantau Penggugat Pilkada Kabupaten Nabire



Selain itu, Arief menegaskan bahwa pada sidang gugatan hasil Pilkada, bukti formal sangat dibutuhkan sebagai pendukung utama di samping adanya bukti saksi.

“Ini bukti formal itu sangat penting, meskipun kita mencari keadilan substansi tetapi bukti formal itu sangat penting. Kalau tidak begitu, nanti kita bisa merugikan para pihak atau menguntungkan para pemohon atau termohon atau pihak terkait. Jadi kita harus betul-betul harus berdasarkan bukti formal,” tegasnya.

Lebih lanjut, Arief mencontohkan. Ahwa peradilan umum untuk pidana dan peradilan konstitusi untuk gugatan pemilu memiliki perbedaan sistem, salah satunya terkait kedudukan bukti.  

“Kalau di badan peradilan umum untuk pidana itu sanksi penting menduduki urutan pertama karena dia yang melihat dan menyaksikan sendiri. Tetapi di Mahkamah Konstitusi pada sengketa pilkada, bukti formal atau surat tulisan itu penting sekali dan memiliki kedudukan yang pertama,” katanya.

Menurut Arief hal ini harus diketahui secara jelas oleh para pemohon dan termohon pada persidangan sengketa agar tidak terjadi kesalahan dalam penulisan dalam bukti formal.

“Sedangkan saksi pada sidang sengketa Pilkada it menduduki urutan yang berikutnya. Itu harus dipahami semua, jadi tolong KPU betul-betul presisi jangan sampai ada kesalahan karena hal-hal ini yang (bisa) menyebabkan perkelahian,” ungkap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)