Sabung Ayam dalam Lintasan Sejarah: Antara Budaya, Perjudian, dan Kekerasan

Tiga Personel Polres Way Kanan yang tewas ditembak/Istimewa

Sabung Ayam dalam Lintasan Sejarah: Antara Budaya, Perjudian, dan Kekerasan

M Rodhi Aulia • 19 March 2025 17:04

Jakarta: Insiden tragis mengguncang Kepolisian Republik Indonesia ketika tiga anggota Polres Way Kanan gugur dalam tugas saat menggerebek lokasi perjudian sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung.

Peristiwa yang terjadi pada Senin, 17 Maret 2025, pukul 16.50 WIB ini menjadi sorotan publik, mengingat sabung ayam bukan sekadar perjudian biasa, tetapi juga memiliki akar sejarah panjang di Indonesia.

Ketiga anggota kepolisian yang gugur dalam insiden ini adalah Kapolsek Negara Batin Polres Way Kanan IPTU Lusiyanto, Ba Polsek Negara Batin Polres Way Kanan Bripka Petrus Apriyanto, dan Ba Sat Reskrim Polres Way Kanan Bripda Ghalib Surya Ganta. Ketiganya mengalami luka tembak di bagian kepala yang dilakukan oleh orang tak dikenal.

"Benar terjadi peristiwa penembakan dengan kronologis yakni 17 personel Polri Polres Way Kanan mendatangi tempat sabung ayam, saat di TKP langsung ditembaki oleh orang tak dikenal, sehingga tiga personel gugur dalam tugas," kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Yuni Iswandari, Senin malam, 17 Maret 2025.

Polda Lampung hingga kini masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap pelaku dan motif di balik penembakan tersebut. Masing-masing korban penembakan mendapatkan kenaikan pangkat satu tingkat.

Sabung Ayam: Antara Perjudian, Budaya, dan Kekuasaan

Perjudian sabung ayam bukanlah fenomena baru di Indonesia. Tradisi ini memiliki akar sejarah yang panjang dan telah berlangsung selama berabad-abad. Dalam banyak budaya di Nusantara, sabung ayam bukan hanya sebatas hiburan atau perjudian, tetapi juga memiliki makna simbolik dan sosial yang mendalam.

Baca juga: Arena Sabung Ayam di Way Kanan Dikelola Oknum TNI Penembak Polisi

Menurut laporan Indonesia.go.id, Clifford Geertz, seorang antropolog ternama, pernah mencatat pengalaman pribadinya terkait sabung ayam dalam esainya yang terkenal, Deep Play: Notes on The Balinese Cockfight, yang kemudian dimuat dalam bukunya The Interpretation of Culture: Selected Essays (1973). Ia menyoroti bahwa di Bali, sabung ayam lebih dari sekadar pertarungan dua ekor ayam jantan. Bagi masyarakat Bali, ini adalah refleksi dari hirarki sosial, status, dan harga diri seseorang.

Saat Geertz melakukan penelitian di sebuah desa terpencil di Bali pada April 1958, ia sempat mengalami momen di mana polisi melakukan penggerebekan terhadap arena sabung ayam. Peristiwa ini membuatnya menyadari bahwa sabung ayam memiliki makna yang jauh lebih dalam. "Hanya kelihatannya saja jago-jago (ayam-ayam) yang bertarung di sana. Sebenarnya, yang bertarung di sana adalah manusia-manusia," tulis Geertz dalam esainya.

Dari Jawa Hingga Nusantara: Sabung Ayam dalam Lintasan Sejarah

Dalam The History of Java (1817), Thomas Stamford Raffles mencatat bahwa sabung ayam adalah perlombaan yang sangat umum dilakukan di kalangan masyarakat Jawa. Bahkan, dalam Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680 (1988), Anthony Reid mengungkapkan bahwa di era kerajaan-kerajaan Nusantara, sabung ayam kerap diselenggarakan untuk memeriahkan perayaan kerajaan, layaknya adu gajah atau harimau.

Tidak hanya sebagai sarana hiburan, sabung ayam juga memiliki makna keagamaan. Reid mencatat bahwa di Jawa pra-Islam dan Bali hingga kini, darah ayam sabungan dipandang sebagai persembahan kepada para dewa untuk kesuburan, penyucian, dan ritual keagamaan lainnya.

Jejak sabung ayam juga tertanam dalam folklore Nusantara. Dalam legenda Cindelaras dari Jawa dan Ciung Wanara dari Sunda, sabung ayam menjadi penanda status sosial dan sarana untuk mengungkapkan identitas seorang pemimpin. Bahkan dalam epik Bugis, La Galigo, tokoh Sawerigading diceritakan sebagai seorang pecinta sabung ayam, yang mencerminkan konsep tobarani (keberanian) dalam budaya Bugis.

Jejak Linguistik: Dari Jogo hingga Jago

Secara linguistik, kata "jago" yang dalam Bahasa Indonesia berarti ayam jantan, juga memiliki makna kiasan seperti "juara" atau "calon utama dalam pemilihan." Dalam bahasa Jawa, kata "jago" tidak hanya berarti ayam, tetapi juga memiliki konotasi kepemimpinan. Istilah ini diduga berasal dari bahasa Portugis "jogo" yang berarti permainan. Merujuk pada buku Sejarah Banten karya TBG. Roesjan (1954), kata "jago" telah digunakan dalam bahasa lokal sejak 1810.

Sabung Ayam dan Regulasi

Meskipun memiliki akar budaya yang dalam, sabung ayam di Indonesia umumnya dilarang karena sering kali dikaitkan dengan perjudian ilegal. Pasal 303 KUHP mengatur larangan perjudian, termasuk sabung ayam, dengan ancaman pidana bagi mereka yang terlibat. Namun, praktik ini masih marak terjadi di berbagai daerah, termasuk di Lampung, tempat terjadinya insiden penembakan terhadap tiga anggota polisi.

Regulasi ketat yang diterapkan terhadap sabung ayam bertujuan untuk mencegah ekses negatif seperti praktik perjudian, kriminalitas, dan kekerasan. Namun, kasus seperti di Way Kanan menunjukkan bahwa perjudian sabung ayam masih menjadi tantangan besar bagi aparat penegak hukum.

Dari Ritual ke Tragedi

Peristiwa di Way Kanan menyoroti bagaimana praktik sabung ayam yang dulu berakar dalam kebudayaan kini telah berkembang menjadi arena perjudian ilegal yang berbahaya. Apa yang seharusnya menjadi ekspresi simbolis dari status dan keberanian kini justru menjadi ajang pertumpahan darah yang merenggut nyawa aparat penegak hukum.

Polda Lampung masih terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap dalang di balik penembakan ini. Sementara itu, peristiwa ini menjadi pengingat akan bahaya perjudian ilegal dan tantangan yang dihadapi aparat dalam menegakkan hukum di tengah budaya yang masih lekat dengan tradisi lama.

Di balik riuhnya sabung ayam, sejarah panjang yang mengakar dalam budaya Indonesia kini berbenturan dengan realitas hukum modern. Sejarah yang dulu menjadi kebanggaan kini harus berhadapan dengan ketegasan hukum dalam memberantas perjudian ilegal. Namun, dengan jatuhnya tiga pahlawan hukum di Way Kanan, pertanyaan besar pun muncul: seberapa dalam budaya ini masih berakar, dan sejauh mana hukum mampu menegakkannya?

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Wanda)