Tersangka kasus suap sekaligus Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Foto: Metrotvnews.com/Candra Yuri Nuralam 
                                                
                    Candra Yuri Nuralam • 21 March 2025 10:57 
                
                
                    
                        Jakarta: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memprotes cara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa kasusnya ke persidangan. Sebab, pemberkasan diselesaikan dalam waktu dua pekan setelah penahanan dilakukan.
“Baru pertama kali terjadi proses P-21 (pemberkasan ke pengadilan) hanya dalam jangka waktu hampir dua minggu sejak ditahan,” kata Hasto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 21 Maret 2025.
Hasto mengatakan, KPK sejatinya membutuhkan waktu 120 hari untuk menyelesaikan perkara ke persidangan sejak penahanan dilakukan. Namun, kasusnya berlangsung terlalu cepat.
Tersangka kasus suap PAW anggota DPR 2019-2024 itu curiga KPK mempercepat pemberkasan untuk menghindari praperadilan. Sebab, Lembaga Antirasuah mangkir saat persidangan perdana.
 
“Kesemuanya adalah pelanggaran terhadap hak terdakwa untuk melakukan gugatan praperadilan dan melalui berbagai upaya tersebut, KPK tidak menghormati lembaga peradilan,” ucap Hasto.
Hasto didakwa menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersama dengan Advokat Donny Tri Istiqomah, Kader PDIP Saeful Bahri, dan buronan 
Harun Masiku. Uang yang diberikan dimaksudkan agar Harun bisa mendapatkan kursi sebagai anggota DPR lewat jalur PAW.
Selain itu, Hasto juga didakwa melakukan perintangan penyidikan. Salah satu tuduhan terhadapnya yakni, memerintahkan Harun dan stafnya, Kusnadi merusak ponsel.
Dalam dugaan perintangan penyidikan, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Sementara itu, dalam dugaan suap, dia didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.