Terdakwa kasus pemerasan, Nikita Mirzani. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Siti Yona Hukmana • 28 October 2025 17:37
Jakarta: Pengacara Nikita Mirzani, Usman Lawara, menyatakan pihaknya menyiapkan langkah hukum usai kliennya divonis empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, ada pertimbangan hukum yang tidak dimasukkan hakim dalam putusan.
Terlepas dari itu, ia menghargai putusan hakim. Nikita divonis empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar ditambah pidana kurungan 3 bulan penjara.
"Tapi dalam hal ini ya, kami selaku penasihat hukum juga diberi hak oleh undang-undang untuk mengajukan upaya hukum, ya. Nanti kami tim akan berdiskusi terkait dengan putusan ini seperti apa bagusnya, akan kita ambil langkah atau sikap yang tepat, yang terbaik untuk Niki itu sendiri," kata Usman di PN Jaksel, Selasa, 28 Oktober 2025.
Usman mengatakan perlu dipahami bahwa dalam pertimbangan hukum, perbuatan Nikita yang mengirim gambar nota pembelian produk Salmon DNA atau Glowing Booster Cell Lafisha ke asisten Ismail Marzuki dan Ismail bukan atas perintah Nikita. Gambar nota tersebut dikirim Ismail kepada Reza Gladys melalui pesan sekali lihat di WhatsApp dengan tanggalnya diburamkan.
Usman menyebut fakta itu sudah diakui secara tegas oleh Ismail. Namun, fakta-fakta itu tidak dimasukkan dalam pertimbangannya oleh majelis hakim.
"Nah, ini yang menurut kami ada kekeliruan bagi majelis hakim dalam menjatuhkan putusannya di pertimbangan hukumnya. Itu yang sebenarnya tadi dikatakan unsur mengancam ya, membuka rahasia. Nah, versi dari putusan tadi karena Niki atau Mail mengirimkan gambar Glowing Booster Cell itu, padahal itu tidak pernah diperintahkan oleh Niki, itu fakta di persidangan," terang Usman.
Selain itu, pihak Nikita puas dengan vonis hakim yang tidak mengabulkan sejumlah tuntutan. Di antaranya, tuntutan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dipersangkakan tidak terbukti dilakukan Nikita.
Nikita Mirzani mendengarkan pembacaan vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 28 Oktober 2025. Hakim Ketua Kairul Soleh menyatakan terdakwa Nikita Mirzani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain, sebagaimana dalam dakwaan pertama alternatif kesatu penuntut umum.
Kemudian, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Keputusan lainnya, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan terdakwa Nikmir tetap ditahan.
Terdakwa kasus pemerasan, Nikita Mirzani. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Selanjutnya, menetapkan barang bukti berupa satu buah sistem elektronik akun WhatsApp dengan nomor 081288779794 nomor 1 sampai dengan nomor 39 sebagaimana telah tercantum dalam putusan, dikembalikan kepada penuntut umum untuk dipergunakan sebagai barang bukti dalam perkara terdakwa Ismail Marjuki. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5.000.
Di sisi lain, Nikmir dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sebagaimana dakwaan kumulatif kedua penuntut umum.
“Membebaskan terdakwa dari dakwaan kumulatif kedua penuntut umum,” ungkap Hakim Ketua.
Kasus bermula saat Nikita Mirzani dilaporkan oleh Dokter Reza Gladys ke Polda Metro Jaya pada Desember 2024 atas kasus pemerasan melalui ITE dan TPPU. Saat itu, Dokter Reza Gladys melaporkan Nikita Mirzani dengan dugaan kasus pemerasan senilai Rp4 miliar.