Para pemohon dan pihak terkait berfoto bersama di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (9/1/2025). Foto: MI/Susanto
Devi Harahap • 24 April 2025 12:44
Jakarta: Ketiadaan aturan mengenai keterwakilan perempuan dalam komposisi hakim konstitusi dipersoalkan menjadi alasan enam mahasiswa memohonkan uji materiil Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Para pemohon menilai Pasal 18 ayat (1) UU MK yang menyatakan, “Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, ditetapkan dengan Keputusan Presiden” bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28H ayat (2) UUD Tahun 1945.
Salah satu pemohon, Safira Ika Maharani menjelaskan, meskipun para pemohon belum memenuhi syarat kumulatif menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Namun, berpotensi untuk memenuhi syarat menjadi hakim konstitusi di masa mendatang.
“Dengan demikian, para pemohon setidak-tidaknya potensial mengalami kerugian konstitusional atas keberlakuan norma tersebut,” katanya pada Sidang Pendahuluan Perkara 27/PUU-XXIII/2025 di Gedung MK pada Kamis, 24 April 2025.
Safira menekankan bahwa ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU MK tersebut tidak menentukan secara jelas mengenai jumlah komposisi hakim konstitusi perempuan dan laki-laki. Ia menilai terdapat ketidakpastian hukum karena secara aktual dan potensial tidak terdapat kepastian kuota kursi menjadi hakim konstitusi.
Baca juga:
Hari Kartini, Perempuan Muda Didorong Pilih Profesi Sesuai Keinginan |
Baca juga:
UU Kementerian Negara Digugat ke MK, Wamen Diminta Tak Rangkap Jabatan |