Paradigma PSN Kini Berubah, Era Prabowo Lebih ke Pembangunan Kesejahteraan Sosial

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Paradigma PSN Kini Berubah, Era Prabowo Lebih ke Pembangunan Kesejahteraan Sosial

M Ilham Ramadhan Avisena • 23 July 2025 10:59

Jakarta: Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai tengah menggeser paradigma Proyek Strategis Nasional (PSN) dari dominasi infrastruktur fisik ke arah pembangunan berbasis kesejahteraan sosial.

Manajer Riset di Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menilai arah baru ini positif, namun harus dijalankan dengan strategi fiskal yang cermat dan sistemik agar tidak membebani APBN yang semakin sempit.

"Jika selama ini PSN cenderung pada infrastruktur fisik, meskipun sektor ini akan tetap dilaksanakan, ada indikasi bahwa pemerintahan mendatang ingin melakukan akselerasi terhadap program-program prioritas yang bersifat langsung menyentuh kebutuhan rakyat, khususnya di bidang sosial, pendidikan, UMKM, dan lingkungan," kata Badiul saat dihubungi, dikutip Rabu, 23 Juli 2025.

Dari tujuh PSN baru yang akan dijalankan tahun depan, proyek pengelolaan sampah terpadu disebut layak mendapat perhatian ekstra. Badiul menyebut isu sampah telah menjadi krisis ekologis nasional, terutama di kota-kota besar dan kawasan pesisir. Jika dikelola dengan baik, proyek tersebut bisa menciptakan efek sosial dan ekonomi yang luas.

Namun, ia mengingatkan, selama ini pengelolaan sampah di Indonesia masih belum terintegrasi dan minim pelibatan masyarakat. "Jika PSN ini berhasil, ia bisa menjadi game changer dalam transformasi pembangunan berkelanjutan," terang Badiul.
 

Baca juga: Ada 7 Tambahan PSN di 2026, Ada Makan Bergizi Gratis hingga Kopdes Merah Putih


(Ilustrasi, program makan bergizi gratis yang menjadi salah satu PSN baru tahun depan. Foto: MGN/Husni Nursyaf)
 

Ingatkan ruang fiskal terbatas


Namun dari sisi anggaran, ruang fiskal yang tersedia dinilai sangat terbatas. Berdasarkan proyeksi pemerintah, belanja negara pada tahun 2026 diperkirakan berada di kisaran 14,19 persen hingga 14,83 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar Rp3.547 triliun hingga Rp3.707 triliun, dengan prediksi PDB sebesar Rp25 ribu triliun.

Penyebab utama sempitnya ruang fiskal adalah tingginya beban belanja wajib seperti gaji pegawai, subsidi energi, bunga utang, transfer ke daerah, dan belanja perlindungan sosial. Komponen itu sudah menyedot sekitar 70 persen hingga 75 persen anggaran, atau setara Rp2.400 triliun sampai Rp2.700 triliun.

Di saat bersamaan, pemerintah turut membawa agenda ambisius yang juga butuh pembiayaan besar, termasuk sektor pertahanan, pangan, dan pendidikan, yang diperkirakan menelan Rp1.130 triliun hingga Rp1.230 triliun.

Di sisi lain, pemerintah masih terikat pada aturan defisit maksimal tiga persen dari PDB, atau sekitar Rp750 triliun. Jika pengadaan PSN tambahan senilai Rp200 triliun sampai Rp300 triliun, kata Badiul, dan pemerintah tidak melakukan efisiensi maupun refocusing anggaran, maka batas aman defisit akan terlampaui.

"Diperlukan refocusing, atau skema pendanaan alternatif seperti KPBU, hibah, swasta, atau dana daerah, yang terpenting, jangan sampai menjadikan utang sebagai instrumen pembiayaan karena saat ini total kewajiban negara sudah lebih dari Rp10 ribu triliun," kata Badiul.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)