Kick Andy Goes to Campus menghadirkan dua figur muda, Alamanda Shantika dan Irfan Yuta Pratama yang berbagi kisah pengalaman dalam berkontribusi di bidang teknologi untuk Tanah Air. (Foto: Dok.)
Patrick Pinaria • 8 November 2025 22:00
Jakarta: Kemajuan teknologi tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Tuntutan untuk terus mengikuti perkembangan teknologi tak bisa terelakkan, bahkan di Indonesia yang dinilai memiliki potensi besar menjadi pemain utama dalam ekosistem teknologi global. Hal itu tak dipungkiri oleh dua figur muda, Alamanda Shantika dan Irfan Yuta Pratama.
Keduanya menjadi contoh nyata bahwa inovasi digital dari Indonesia mampu berdiri sejajar dengan produk global. Pengalaman mereka dalam terjun dan berkembang di dunia teknologi global ini diceritakan dalam acara Kick Andy Goes to Campus yang digelar di Binus University Anggrek, Jakarta.
Dalam acara tersebut, dua alumni Binus yang kini memimpin perusahaan berbasis teknologi, Alamanda Shantika selaku Founder & CEO Binar Academy, dan Irfan Yuta Pratama, Co-founder & CEO Awanio. Mereka berbagi kisah tentang perjuangan membangun kemandirian digital dan menyiapkan generasi muda menghadapi masa depan berbasis kecerdasan buatan (AI).
Alamanda Shantika: Pendidikan dan pengalaman sebagai fondasi inovasi
Bagi Alamanda Shantika, kemandirian teknologi Indonesia berawal dari kemandirian cara berpikir dan keberanian untuk mencipta. Sebagai pendiri Binar Academy, ia menegaskan pentingnya pendidikan yang membangun pola pikir bebas dan kritis.
"Aku ingin jadi guru. Aku percaya pendidikan harus membebaskan cara berpikir, bukan menakut-nakuti kesalahan," ujarnya.
Melalui Binar Academy, Alamanda telah mengembangkan talenta digital Indonesia agar siap menghadapi perubahan dunia kerja yang semakin terdigitalisasi.
Founder & CEO Binar Academy Alamanda Shantika. (Foto: Dok.)
Di perusahaannya, teknologi AI sudah menjadi bagian dari sistem kerja sehari-hari. "Sekarang dalam organisasi kami ada 20 AI agent yang membantu tim manusia. Itu mempercepat pekerjaan dan memberi ruang berpikir strategis," katanya.
Namun, menurutnya, kemajuan teknologi tidak boleh membuat manusia kehilangan nilai kemanusiaannya.
"AI bisa bantu banyak hal, tapi yang tak tergantikan dari manusia adalah kemampuan berpikir sistemik dan reflektif. Di situ nilai kemanusiaan tetap hidup," tuturnya.
Bagi Alamanda, perjalanan hidupnya juga menjadi bukti bahwa pengalaman adalah modal utama untuk bertahan dan berkembang. "Dulu keluargaku sempat jatuh secara ekonomi. Tapi aku sadar, modal paling besar adalah diri sendiri dan pengalaman yang kita punya," kenangnya.
AI sebagai ujian untuk naik kelas
Dalam sesi diskusi, mahasiswa menanyakan dampak perkembangan AI terhadap masa depan pekerjaan manusia. Alamanda menjawab dengan tegas bahwa AI bukanlah ancaman, melainkan pemicu untuk meningkatkan kualitas manusia.
"Junior software engineer sebentar lagi bisa tergantikan AI. Jadi kalian harus langsung naik kelas, memahami arsitektur dan logika sistem, bukan sekadar menulis kode," katanya.
Ia juga mengingatkan pentingnya keseimbangan dalam bekerja di era digital. "Teknologi membantu kita mengurangi kesibukan, tapi kita harus tahu ke mana energi kita diarahkan. Fokuslah pada hal yang memberi dampak. Dunia kerja ke depan bukan soal siapa yang paling sibuk, tapi siapa yang paling pintar mengatur energi," ujarnya.
Irfan Yuta Pratama: Cloud lokal sebagai bukti kemandirian digital
Sementara itu, Irfan Yuta Pratama menunjukkan bentuk nyata kemandirian teknologi melalui Awanio, perusahaan cloud computing buatan Indonesia.
"Produk kami buatan Indonesia dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 98,68 persen," kata Irfan.
Dengan pengalaman sembilan tahun di sektor swasta dan BUMN, Irfan kemudian melanjutkan studi ke Universitas Leiden, Belanda, lewat beasiswa LPDP. Pengalaman itu memperkuat keyakinannya bahwa Indonesia harus memiliki infrastruktur digital yang mandiri dan aman.
"Kami ingin membuktikan bahwa software Indonesia tidak hanya mampu bersaing, tapi bisa menjadi solusi global," ujarnya.
Co-founder & CEO Awanio Irfan Yuta Pratama. (Foto: Dok.)
Awanio kini telah berkembang menjadi salah satu platform cloud karya anak bangsa dengan standar internasional, digunakan di berbagai instansi dan perusahaan di dalam negeri.
Dalam sesi wawancara, Irfan bercerita bahwa perjalanan Awanio dimulai dari tantangan sederhana, membuktikan bahwa cloud lokal bisa seandal produk asing. Ia menjelaskan bahwa sebagian besar pengguna masih meragukan kemampuan sistem buatan Indonesia, namun hal itu justru menjadi motivasi.
"Banyak yang ragu, tapi kami percaya kalau tidak mulai dari sekarang, Indonesia akan terus bergantung. Kami ingin membuktikan bahwa produk lokal bisa diandalkan dengan kualitas global,” ujarnya.
Irfan menambahkan bahwa kemandirian digital tidak hanya soal teknologi, tetapi juga soal membangun kepercayaan diri bangsa.
"Kita harus percaya diri dulu terhadap kemampuan sendiri. Kalau generasi muda terus menunggu, kemandirian itu tidak akan pernah datang," tegasnya.
Berani memulai, konsistensi berkarya hingga generasi digital humanis dan mandiri
Alamanda menekankan pentingnya jati diri dan ketulusan dalam berkarya di tengah derasnya arus digitalisasi.
"Jangan ikut-ikutan tren. Refleksikan apa yang benar-benar kamu mau. Kerjakan segala sesuatu dengan sepenuh hati. Di saat kamu memberi lebih banyak, kamu akan mendapatkan lebih banyak," kata Irfan.
Pada kesempatan itu juga Irfan memberikan pesan sederhana namun kuat bagi mahasiswa dan generasi muda yang ingin terjun ke dunia teknologi.
"Mulai dari yang kecil, dari masalah di sekitar kalian. Konsisten saja, karena tidak ada hasil instan di dunia teknologi. Kita harus terus belajar dan beradaptasi," ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya kolaborasi antara inovator, pemerintah, dan dunia pendidikan untuk memperkuat ekosistem digital nasional.
"Kalau kita bisa saling percaya dan saling dukung, Indonesia punya potensi besar jadi negara mandiri secara digital," katanya.
Pesan tersebut sejalan dengan semangat yang dibawa Kick Andy Goes to Campus: mendorong mahasiswa untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta solusi digital yang relevan bagi masyarakat.
Saat akhir acara, Andy F. Noya sebagai pembawa acara juga memberikan pesan yang merangkum seluruh semangat kemandirian teknologi yang dibagikan hari itu.
"Kisah mereka membuktikan bahwa karya anak bangsa tak kalah dengan dunia. Yang kita butuhkan hanyalah keberanian untuk mulai, dan konsistensi untuk terus belajar," ujarnya.