Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Putro. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana
Jakarta: Polri merespons desakan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) untuk menggelar perkara khusus kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Permintaan itu disebut wewenang Biro Pengawas Penyidikan (Wasidik) Polri.
"Iya (yang menentukan Wasidik)," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro kepada Metrotvnews.com, Kamis, 29 Mei 2025.
Djuhandani memandang desakan gelar perkara khusus itu adalah hak TPUA, termasuk jika mau melaporkan penyidik Dittipdium Bareskrim Polri. Ia menegaskan keputusannya ada di Wasidik.
"Kalau kami, penyidik siap mempertanggungjawabkan apa yang sudah kami lakukan," ujar jenderal polisi bintang satu itu.
Sebelumya, TPUA mendatangi Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin siang, 26 Mei 2025. Mereka datang untuk meminta Dittipdium Bareskrim Polri menggelar perkara khusus kasus dugaan kepemilikan
ijazah palsu Jokowi.
TPUA menyerahkan surat permintaan gelar perkara khusus itu ke Dittipidum Bareskrim Polri, Biro Pengawas Penyidikan (Wasidik) Polri, hingga Inspektorat Pengwasan Umum (Itwasum) Polri. Sekretaris Jenderal (Sekjen) TPUA Azzam Khan mengatakan berdasarkan Pasal 31 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019, gelar itu ada dua, yaitu gelar biasa dan gelar khusus.
"Nah, karena diperintahkan di situ, maka kita ajukan surat adanya gelar khusus tentang penyelidikan, kan begitu," kata Azzam di Bareksrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 26 Mei 2025.
Sementara itu, anggota TPUA Rizal Fadillah mengatakan pihaknya meminta gelar perkara khusus karena keberatan Bareskrim Polri menghentikan penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu Jokowi. Sebab, mereka belum menerima keputusan Dittipdium Bareskrim Polri yang menyimpulkan ijazah Jokowi asli.
Kesimpulan itu juga dinilai cacat hukum, karena gelar perkara tidak menghadirkan pelapor dan terlapor. Rizal memandang dalam gelar perkara untuk proses pencarian bukti, harus mendengarkan pendapat dari pelapor dan terlapor hingga pandangan ahli.
"Tapi ini tidak, pelapor tidak diundang, terlapor tidak diundang. Jadi internal sekali," kata Rizal.