Ini Alasan Mendasar Penggugatan Pasal Presidential Threshold

Empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga penggugat aturan presidential threshold, didampingi para dosennya. Metrotvnews.com/ Ahmad Mustaqim

Ini Alasan Mendasar Penggugatan Pasal Presidential Threshold

Ahmad Mustaqim • 7 January 2025 15:55

Yogyakarta: Alasan mendasar empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menggugat pasal tentang presidential threshold terungkap. Dinamik politik dalam kontestasi pemilihan presiden (pilpres) yang kerap memanas hingga terjadi polarisasi menjadi dasar yang paling kuat untuk mengajukan hal tersebut.

"Polarisasi itu terjadi di kalangan para pendukung karena adanya koalisi dalam gemuk dalam Pilpres," kata Enika di Yogyakarta, Selasa, 7 Januari 2025. 
 

Baca: Legislator Sebut Informasi KJP dan KJMU tak Disampaikan Lengkap ke Masyarakat
 
Empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tersebut yakni Enika Maya Oktavia, yakni Rizki Maulana Syafie, dan Tsalis Khoirul Fatna dari jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah dan Hukum; serta Faisal Nasirulhaq mahasiswa jurusan Ilmu Hukum dari fakultas yang sama. Keempatnya mahasiswa angkatan 2021. 

Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) disebut menjadi salah satu sumber persoalan dalam politik. Untuk itu, Enika menganggap syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold layak dikaji kembali. 

Enika dan empat rekannya lantas mengajukan gugatan sebelum pilpres. Ia menilai gugatan sebelum Pilpres berisiko memunculkan tekanan-tekanan politik dan bisa mencederai kajian-kajian akademik dan kajian-kajian advokasi konstitusional. 

"Makanya kami ajukan itu setelah pilpres. Dengan pengajuan setelah pilpres kami anggap itu akan memberikan waktu, peluang, dan juga kelonggaran bagi mahkamah untuk memikirkan dan mengkaji ulang hal itu," jelasnya.

Enika menilai gugatan setelah Pilpres sebagai penegas penggugat tak memiliki tendensi dan tak ada tekanan politik. Karut marut perpolitikan saat Pemilu itulah yang jadi bahan bakar empat sekawan itu menyusun materi gugatan. 

Enika mengaku berpikir panjang pada konteks penyusunan kajian akademik materi gugatan. Masing-masing dari empat mahasiswa itu menyusun pendapat pribadi dahulu kemudian disatukan menjadi satu kesatuan untuk diajukan ke MK. 

"Empat gaya penulisan yang berbeda-beda itu kami rapikan bagaimana agar bisa terstruktur. Setelah memastikan rapi, kami mengajukan (berkas) gugatan secara online," ungkapnya.

Keputusan MK yang mengabulkan gugatan itu membuatnya semringah. Dalam bayangannya, Pilpres periode mendatang bisa muncul sosok-sosok yang jadi representasi publik secara luas dan kontestasi politik tidak terlalu tajam terpolarisasi yang menyebabkan masyarakat terpecah belah. 

"Harapannya muncul tokoh-tokoh baru alternatif yang dia lebih inovatif dan lebih bisa merepresentasikan masyarakat, sesuai dengan visi-visinya masing-masing," kata dia. 

Selain hal itu, ia mengharapkan kontestasi pemilihan kepala negara bisa berkurang gesekannya. Apalagi pengalaman ketimpangan jumlah anggota koalisi di antara pasangan calon peserta Pilpres kian menambah persoalan. 

"Jadi kami harap suatu saat nanti ini politik akan lebih inklusif dan tidak terpolarisasi, lalu tidak ada koalisi gemuk dan nanti juga pilihan-pilihan alternatif akan lebih banyak muncul sehingga nanti kita sebagai masyarakat itu apa yang kita kendaki representasi," ujarnya.

 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)