Wamendagri Bima Arya. (MGN/Edy Sembiring)
Devi Harahap • 10 January 2025 12:56
Jakarta: Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 menyisakan sejumlah permasalahan mendasar dari sisi prosedural dan substantif seperti pelaksanaan teknis di lapangan, implementasi atas regulasi, hasil kinerja pengawasan, inklusivitas, dan keberpihakan yang belum mampu menjawab kebutuhan pemilih.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, mengatakan berbagai persoalan tersebut harus direspons cepat oleh pemerintah, salah satunya dengan melakukan revisi undang-undang bidang politik dalam konsep Omnibus Law.
“Ada pertanyaan besar apakah semua persoalan itu cukup untuk diadopsi di UU Pemilukada atau Pemilu saja, atau kita harus melakukan revisi terhadap semua undang-undang politik termasuk undang-undang partai politik melalui metode omnibus law,” katanya saat ditemui Media Indonesia di Jakarta Pusat pada Rabu, 8 Januari 2025.
Bima mengatakan bahwa saat ini metode omnibus law politik menjadi salah satu cara yang dipilih pemerintah untuk menata sistem pemilu, pilkada hingga partai politik. Meskipun ia juga tak yakin hal ini mampu menjawab semua persoalan yang ada.
“Pemerintah dan Komisi 2 DPR RI akan segera mungkin membuat konsep Omnibus law politik, tetapi saya berpikir konsep ini juga belum tentu akan berefek menyelesaikan berbagai persoalan yang ada,” jelasnya.
Selain itu, Bima tak memungkiri bahwa konsep pembuatan undang-undang dalam metode omnibus law masih memiliki banyak kendala dan kekurangan yang juga harus dikaji, salah satunya mencegah jangan sampai ada yang terlewat atau dilewatkan dengan sengaja.
Baca juga: DPR Kaji Rekayasa Konstitusi Agar Capres tak Terlalu Banyak |