Ilustrasi. Foto: Dok MI
Jakarta: Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan sore ini juga tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sejak perdagangan pagi, rupiah sudah tergelincir hingga ke level Rp16.313 per USD.
Mengacu data Bloomberg, rupiah melemah hingga 23 poin atau 0,14 persen ke posisi Rp16.312,5 per USD dibandingkan sebelumnya di posisi Rp16.289 per USD.
Sementara itu, berdasarkan data Yahoo Finance, rupiah melemah hingga 19 poin atau 0,12 persen menjadi Rp16.295 per USD dibandingkan sebelumnya di posisi Rp16.275 per USD.
Sedangkan berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (disingkat Jisdor), mata uang Garuda ini terpantau berada di posisi Rp16.319 per USD. Rupiah melemah dibandingkan kemarin sebesar Rp16.281 per USD.
(Ilustrasi. Foto: Dok MI)
Rupiah sudah diprediksi fluktuatif
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi telah memperkirakan untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.270 per USD hingga Rp16.320 per USD.
Di tengah harapan konflik akan mereda setelah laporan media Iran berusaha mengakhiri permusuhan. Namun, kekhawatiran meningkat setelah Presiden AS Donald Trump dalam sebuah posting media sosial mendesak semua orang untuk mengevakuasi ibu kota Iran, Teheran.
"Hal tersebut meningkatkan kekhawatiran atas keterlibatan AS dalam konflik tersebut. Pejabat Gedung Putih mengklarifikasi AS tidak berencana untuk melibatkan diri secara langsung dalam konflik tersebut, dan upaya untuk menengahi gencatan senjata sedang berlangsung," papar Ibrahim.
Selanjutnya, peluang Bank Indonesia (BI) untuk kembali memangkas suku bunga acuan (BI Rate) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dijadwalkan 17-18 Juni 2025 dinilai relatif kecil. Hal tersebut terjadi karena tensi geopolitik dan perang Iran-Israel yang saat ini terjadi.
Kemudian, Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat juga diperkirakan akan menunda rencana pemangkasan suku bunga acuannya. Hal ini dinilai akan semakin mempersempit ruang bagi BI untuk melanjutkan siklus pelonggaran moneter dalam waktu dekat.
"Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, pasar diperkirakan akan mengalihkan fokus pada stabilitas nilai tukar dan pengendalian inflasi ketimbang mendorong pelonggaran moneter agresif dalam jangka pendek," urai Ibrahim.