Jakarta: Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Cokorda Gede Arthana menuai sorotan usai dirinya melontarkan pernyataan kontroversial bernada seksis dalam persidangan kasus pencemaran nama baik yang menyeret aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Kamis, 8 Juni 2023 kemarin.
Cokorda menyebut salah satu kuasa hukum Haris Azhar - Fatia memiliki 'suara seperti perempuan' sehingga tidak jelas didengar. "Suaranya kan seperti perempuan gitu lho. Tolong keras sedikit lah," ujar Cokorda.
Respons kubu Haris Azhar
Kalimat bernada seksis tersebut dianggap melanggar kode etik seorang Hakim di persidangan. Sontak saja pernyataan Cokorda langsung mendapat reaksi dari kubu Haris Azhar.
"Saya keberatan jika majelis mengatakan demikian, mohon dicabut tidak mengatakan suara seperti perempuan," demikian respons salah sata kuasa hukum Haris-Fatia.
Haris Azhar pun turut merespons pernyataan sang Hakim dengan cara langsung berdiri dari kursinya untuk menentang pernyataan itu. Para audiens dalam persidangan juga riuh karena tersinggung dengan kalimat Cokorda.
"Jangan gunakan 'perempuan' untuk menggambarkan sesuatu yang lemah," tegas Haris.
Diketahui, sidang kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris dan Fatia kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis, 8 Juni 2023 kemarin.
Agenda sidang adalah pemeriksaan saksi. Saksi yang hadir yaitu Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menghadapi proses hukum lantaran diduga mencemarkan nama baik Luhut. Dalam dakwaannya, JPU menilai pernyataan Haris dan Fatia dalam sebuah video yang diunggah melalui akun YouTube Haris telah mencemarkan nama baik Luhut.
Video tersebut membahas hasil kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'.
Dalam perkara ini, Haris dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP Tentang Penghinaan.