Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kiri). Medcom.id/Candra
Candra Yuri Nuralam • 23 August 2023 20:01
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan enam tersangka dalam kasus rasuah penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) pada program keluarga harapan (PKH) di Kementerian Sosial (Kemensos). Negara ditaksir merugi ratusan miliar rupiah dalam perkara ini.
"Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp127,5 miliar," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 23 Agustus 2023.
Enam tersangka dalam kasus ini, yakni mantan Dirut PT Bhanda Ghara Reksa Persero Muhammad Kuncoro Wibowo, eks Direktur Komersial PT Bhanda Ghara Reksa Persero Budi Susanto, dan mantan Vice President Operasional PT Bhanda Ghara Reksa Persero April Churniawan.
Lalu, Ketua tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Ivo Wongkaren, anggota tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdani, dan General Manager PT Primalayan Teknologi Persada Richard Cahyanto.
Kasus ini bermula ketika Kemensos meminta PT Bhanda Ghara Reksa Persero mengaudiensi penyusunan rencana anggaran kegiatan penyaluran bansos. Budi saat itu menyerahkan data soal kesiapan perusahaannya untuk mendistribusikan beras ke 19 provinsi di Indonesia.
Budi kemudian meminta April mencari rekanan untuk menjadi konsultan pendamping. Saat itu, Ivo, dan Roni mengajukan PT Damon Indonesia Berkah Persero.
"Dan disetujui BS (Budi Santoso) yang berlanjut pada kesepakatan harga dan lingkup pekerjaan untuk pendampingan distribusi bantuan sosial beras," ucap Alex.
PT Bhanda Ghara Reksa Persero kemudian dipilih Kemensos untuk menyalurkan bansos beras. Kontrak dalam proyek itu mencapai Rp326 miliar.
"Dari PT BGR (Bhanda Ghara Reksa) Persero penandatanganan perjanjian diwakili MKW (Muhammad Kuncoro Wibowo)," ujar Alex.
April, Kuncoro, dan Budi kemudian menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada secara sepihak untuk merealisasikan bansos beras ini. Pemilihan itu menggantikan PT DIB Persero yang belum jelas legalitas pendirian kantornya.
Kerja sama antara PT Bhanda Ghara Reksa dan PT Primalayan Teknologi Persada diyakini tidak dilakukan atas dasar kajian dan perhitungan yang jelas. Kuncoro membuat keputusan sepihak.
"Ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati untuk dibuat mundur (backdate)," ucap Alex.
Para tersangka juga membuat konsorsium sebagai formalitas dalam penyaluran beras ini. Tujuannya cuma untuk memanipulasi dokumen.
"Telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PTP," kata Alex.
Negara ditaksir merugi Rp127,5 miliar dalam kasus ini. Ivo, Roni, dan Richard diyakini mengantongi Rp18,8 miliar.
"Dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," ucap Alex.
Dalam kasus ini, Ivo, Roni, dan Richard disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.