Jakarta: Menjelang peringatan Hari Konstitusi pada 18 Agustus, sejumlah tokoh menyuarakan pentingnya DPR membuka ruang lebih luas untuk menyerap aspirasi masyarakat terkait arah sistem ketatanegaraan. Anggota Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengajak parlemen untuk lebih aktif merespons dinamika publik secara terbuka dan konstruktif.
“DPR jangan hanya menjadi tempat formal untuk menyetujui kebijakan, tetapi harus menjadi kanal utama yang menggerakkan aspirasi rakyat, terutama saat mereka menuntut pembaruan konstitusi,” kata Doli di Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.
Menurut Doli, Hari Konstitusi dapat menjadi momentum untuk memperkuat dialog kebangsaan. Ia menilai refleksi menyeluruh terhadap sistem yang berjalan selama ini bisa menjadi langkah awal menuju penguatan institusi demokrasi.
Dukungan terhadap gagasan penyempurnaan sistem ketatanegaraan juga disampaikan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Doli menyebut hal itu sejalan dengan semangat menjaga keberlangsungan demokrasi dan stabilitas pemerintahan.
“Ketua Umum Golkar menyambut baik langkah ini. Beliau mendukung langkah-langkah strategis yang bertujuan memperkuat institusi demokrasi dan menjawab tantangan zaman,” ujar Doli.
Sebagai pimpinan Badan Legislasi DPR, Doli menekankan pentingnya membahas berbagai aspek ketatanegaraan secara menyeluruh. Ia menegaskan bahwa langkah tersebut perlu ditempatkan dalam kerangka kelembagaan dan dilakukan secara hati-hati.
“Kalau sistem bisa kita perbaiki, maka kemajuan akan lebih cepat tercapai,” pungkas Doli.
Pandangan serupa juga disampaikan Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi (FOKO) Purnawirawan TNI, Letjen (Purn) Bambang Darmono. Ia menilai perlunya meninjau kembali relevansi sistem konstitusi dalam menjawab kebutuhan zaman.
“MPR kita dorong untuk melakukan evaluasi konstitusi setelah 27 tahun reformasi ini. Sebab UUD 1945 pascareformasi tidak membawa kemajuan bangsa hingga saat ini,” ujar Bambang.
Bambang juga merujuk pada pandangan Presiden Prabowo Subianto dalam bukunya. “Singapura dan China telah melakukan lompatan besar berkali-kali, sementara kita yang lebih dulu merdeka dan kini masuk usia 80 tahun, justru jauh tertinggal dari mereka,” ujarnya.
Dosen FISIP UI Reni Suwarso menambahkan, peningkatan kualitas kehidupan berbangsa juga perlu ditopang oleh rasa saling percaya antarmasyarakat. Ia menyebut rendahnya kepercayaan sosial sebagai tantangan yang patut menjadi perhatian bersama.
“Kita ini masyarakat yang low trust society, satu sama yang lainnya itu tidak percaya. Ini kan susah, bagaimana kita akan menjadi bangsa yang bersatu kalau di antara kita ada ketidakpercayaan,” ujarnya.
Menurut Reni, penyempurnaan sistem bernegara perlu mempertimbangkan kondisi sosial secara menyeluruh. “Ini menjadi PR bagi MPR, apakah UUD 1945 pasca-reformasi itu cocok dengan keadaan sekarang. Tolong dengar aspirasi kami ini dan evaluasi,” pungkasnya.