Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Adam Dwi.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini tidak mengalami banyak perubahan.
Mengutip data Bloomberg, Senin, 17 Maret 2025, rupiah hingga pukul 09.20 WIB berada di level Rp16.351 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah tipis satu poin atau setara 0,01 persen dari Rp16.352 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.349 per USD. Rupiah melemah lima poin atau setara 0,03 persen dari Rp16.344 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.340 per USD hingga Rp16.400 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Tarif Trump hingga ekonomi RI lesu
Ibrahim mengungkapkan, pergerakan rupiah dipengaruhi kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mengancam akan mengenakan tarif 200 persen pada minuman beralkohol Eropa, termasuk anggur dan sampanye, sebagai balasan atas keputusan Uni Eropa untuk mengenakan tarif 50 persen pada wiski AS.
Keputusan UE, yang akan mulai berlaku pada 1 April itu merupakan balasan terhadap tarif 25 persen yang baru diterapkan AS pada baja dan aluminium impor. Selain itu, Trump akan memberlakukan tarif timbal balik di seluruh dunia pada 2 April, yang dapat semakin memperburuk suasana hati investor.
Bersamaan dengan itu, data ekonomi AS baru-baru ini mengungkapkan angka inflasi yang lebih rendah. Baik indeks harga konsumen (CPI) maupun indeks harga produsen (PPI) menunjukkan tekanan inflasi yang lebih lemah dari yang diharapkan, yang memperkuat ekspektasi potensi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve akhir tahun ini.
Federal Reserve dijadwalkan bertemu pada 18-19 Maret untuk membahas kebijakan suku bunga. Konsensus saat ini mengantisipasi suku bunga akan tetap tidak berubah karena inflasi yang terus-menerus dan sengketa perdagangan yang sedang berlangsung.
Dari dalam negeri, Ibrahim melihat berbagai data yang baru dirilis juga semakin menegaskan tantangan kelesuan ekonomi domestik sebaiknya tidak diremehkan. Rasio tabungan masyarakat RI jatuh ke level terendah sejak 2021 lalu ketika kondisi penghasilan masyarakat melemah sampai berdampak pada daya beli.
"Sehingga pemerintah harus benar-benar serius dalam menangani hal tersebut," tutur Ibrahim memperingatkan.
Apalagi kondisi ekonomi dinilai akan semakin memburuk dalam enam bulan ke depan hingga menurunkan keyakinan konsumen ke level terendah dalam tiga bulan, ketika lapangan kerja makin sulit didapatkan dan arus pemutusan hubungan kerja kian meluas ke berbagai industri.
Potret suram
perekonomian domestik juga akhirnya memantik banyak respons dari institusi keuangan asing yang mengelola dana global. Salah satu bank terbesar di Singapura, OCBC, memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal 1-2025 hanya akan tumbuh 4,8 persen.
"Prediksi itu lebih rendah dibanding perkiraan sebelumnya di angka 5,0 persen. Penurunan prediksi pertumbuhan kuartal 1-2025 tersebut menyusul langkah pemotongan anggaran oleh pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto yang dinilai akan berdampak pada pertumbuhan jangka pendek," tutur Ibrahim.
Menurutnya, outlook fiskal Indonesia dinilai masih berada dalam 'ketidakpastian yang tinggi' perihal garis waktu realokasi anggaran serta pelaksanaannya. Lalu, kurangnya tambahan sumber pendapatan negara, ditambah modal awal pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara yang akan berdampak pada penerimaan.