Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi. (Ebet)
Media Indonesia • 3 February 2025 05:51
PEMILIHAN dan pelantikan kepala daerah ibarat dua sisi dari koin yang sama dalam proses demokrasi. Jika pemilihan dilakukan secara serentak, otomatis pelantikan pun dilakukan secara serempak. Itulah inti putusan Mahkamah Konstitusi.
Putusan MK Nomor 46/PUU-XXII/2024 menyebutkan pemilihan menentukan siapa yang dipilih rakyat, sedangkan pelantikan memberikan legitimasi hukum dan dimulainya masa jabatan bagi pemimpin yang terpilih untuk menjalankan tugas-tugasnya.
Proses pelantikan akan memastikan adanya stabilitas dan kontinuitas dalam pemerintahan dan kepemimpinan. Suatu tahapan yang jelas untuk menggantikan pemimpin yang lama dengan yang baru akan menghindari adanya kekosongan kekuasaan.
“Dalam konteks pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang akan dilakukan secara serentak pada 2024 mendatang sebagai sebuah desain baru dalam penataan struktur tata kelola pemerintahan secara nasional, maka setelah dilaksanakan pemungutan suara secara serentak harus diikuti pula dengan pelantikan secara serentak,” demikian putusan MK.
Bagaimana jika putusan MK tidak dilaksanakan? Putusan MK Nomor 32/PUU-XVIII/2020 menyebutkan ketundukan dan ketaatan terhadap putusan MK merupakan bentuk nyata dari kesetiaan terhadap konstitusi itu sendiri. Dengan kata lain, ketidaktaatan terhadap putusan MK ialah bentuk ketidaksetiaan dan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi itu sendiri atau yang disebut sebagai constitutional disobedience.
Ada konsekuensi jika tidak mematuhi putusan MK. Putusan Nomor 105/PUU-XIV/2016 menyebutkan bahwa apabila terdapat pihak yang tidak mematuhinya, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan dapat dipersoalkan secara hukum, baik pidana, perdata, maupun administrasi.
Perintah MK terkait dengan pelantikan serentak itu sudah sangat terang benderang dalam Putusan Nomor 143/PUU-XXI/2023 yang diucapkan pada 21 Desember 2023. Disebutkan bahwa pengaturan transisi terkait dengan pemungutan suara secara serentak tidak dapat mengabaikan pengaturan terkait dengan pelantikan kepala daerah dan wakilnya.
Oleh karena itu, menurut MK, pengaturan tentang pemungutan suara secara serentak harus diikuti norma yang mengatur pelantikan secara serentak.
Ada pengecualian pelantikan tidak serentak seperti tertuang dalam Putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024. Pengecualian untuk pelantikan secara serentak hanya dapat dilakukan bagi daerah yang melaksanakan pemilihan ulang, atau pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.
MK sudah memutuskan bahwa pelantikan harus menunggu selesainya proses penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. Merujuk pada Peraturan MK Nomor 14 Tahun 2024, sidang pengucapan putusan sengketa pilkada digelar pada 7-11 Maret 2025. Dengan demikian, jika mematuhi putusan MK, pelantikan kepala daerah serentak bisa dilakukan setelah 11 Maret 2025.
Baca Juga:
Pakar Nilai Penundaan Pelantikan Kepala Daerah Sudah Tepat |