- UNION BERLIN PERPANJANG KONTRAK CHRISTOPHER TRIMMEL HINGGA 2024
- NAPOLI KOKOHKAN POSISI DI PUNCAK KLASEMEN SERIE A USAI KALAHKAN SAMPDORIA
- KPK PERTIMBANGKAN STATUS PENCEGAHAN UNTUK DITO MAHENDRA
- KEPOLISIAN JERMAN TANGKAP PRIA IRAN YANG DIDUGA RENCANAKAN SERANGAN BERBAHAYA
- RUSIA KLAIM BUNUH 600 TENTARA UKRAINA DALAM SERANGAN RUDAL KE SEBUAH BARAK DI KYIV
- MANCHESTER CITY SINGKIRKAN CHELSEA DARI PIALA FA
- KPK ENDUS POTENSI MARK UP DALAM PEMBIAYAAN HAJI
- JOE BIDEN KECAM PENYERBUAN MASSA BOLSONARO KE GEDUNG KONGRES BRASIL
- MIGRANT WATCH HARAPKAN PERTEMUAN JOKOWI-ANWAR IBRAHIM DAPAT MENYELESAIKAN MASALAH PUNGLI KE PMI
- PRESIDEN JOKOWI SAMBUT KUNJUNGAN PM MALAYSIA ANWAR IBRAHIM DI ISTANA BOGOR
Jenderal TNI Aktif Jadi Pj Bupati Seram, Mahfud MD: Aturannya Tidak Boleh
Primetime News • 8 months ago • pelantikanKementerian Dalam Negeri (Kemendag) tetap menunjuk Kepala Bin Daerah Sulawesi Tengah untuk menjadi Pejabat Bupati Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku menggantikan Bupati Yus Akerina yang masa jabatannya telah berakhir pada Minggu (22/5/2022). Pemerintah tetap menunjuk anggota TNI aktif menjadi pejabat Kepala Daerah adalah Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin sebagai Kepala Bin Daerah Sulawesi Tengah yang dilantik menjadi Bupati Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.
Pelantikan ini menuai pelanggaran, namun tak hanya melanggar undang-undang keputusan itu dinilai telah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diketahui ketentuan prajurit aktif dilarang menduduki jabatan sipil yang diatur dalam pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal itu menyatakan TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif ke prajuritan.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan ( Menko Polhukam) Mahfud MD pun ikut menegaskan bahwa TNI aktif tidak boleh menjadi pejabat kepala daerah.
'' Belum tahu saya, nanti saya cek, aturannya tak boleh,'' ungkap Menko Polhukam Mahfud MD.
Pengisian kepala daerah belakangan kian memantik polemik karena Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dianggap tak mematuhi keputusan keputusan MK untuk membuat keputusan teknis dalam pengisian jabatan, alhasil Kemendagri dianggap merasa bebas untuk melantik siapa saja.