Warga Palestina mengantre makanan di Gaza. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 3 March 2025 15:10
Rafah: Seiring matahari terbenam di Rafah, sebuah meja panjang berwarna merah terbentang di antara reruntuhan, menjadi tempat bagi ratusan warga Gaza berbuka puasa di hari pertama Ramadan.
Momen ini terjadi di tengah kehancuran yang diakibatkan pertempuran berkepanjangan antara Israel dan kelompok pejuang Palestina Hamas, yang telah meratakan sebagian besar wilayah tersebut.
“Orang-orang sangat berduka, dan segala sesuatu di sekitar terasa menyakitkan,” ujar Malak Fadda, penyelenggara acara buka puasa bersama.
“Kami ingin membawa kembali kebahagiaan ke jalan ini, seperti sebelum perang,” sambungnya, dikutip dari Malay Mail, Senin, 3 Maret 2025.
Meski ada momen kebersamaan, bayang-bayang ketidakpastian masih menyelimuti warga Gaza. Gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025 memberikan jeda sementara setelah lebih dari 15 bulan peperangan, tetapi negosiasi untuk mengakhiri konflik secara permanen masih menemui jalan buntu.
Di tengah suara musik yang mengalun dari pengeras suara dan bendera Palestina yang berkibar di antara puing-puing, para warga menikmati hidangan berbuka mereka, meski sebagian besar dari mereka kini hidup di tenda-tenda pengungsian atau di antara reruntuhan rumah mereka yang hancur.
Konflik yang berawal dari serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 telah menyebabkan kehancuran besar di Gaza. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 69 persen bangunan di wilayah tersebut telah rusak atau hancur akibat serangan udara dan pertempuran darat. Hampir seluruh penduduk telah mengungsi, dan banyak di antara mereka menghadapi kelaparan akut akibat terbatasnya akses bantuan kemanusiaan.
Di Beit Lahia, kota yang terletak di bagian utara Gaza, puluhan warga berkumpul di antara reruntuhan bangunan yang setengah hancur untuk berbuka puasa bersama.
“Kami berada di tengah kehancuran dan tetap bertahan meski dengan luka dan penderitaan,” ujar Mohammed Abu Al-Jidyan. “Kami berbuka puasa di tanah kami sendiri, dan kami tidak akan meninggalkannya.”