Sejarah Jong Java: Dari Tri Koro Dharmo hingga Kongres Pemuda

Pengurus besar terakhir Jong Java. Dari kiri ke kanan: Soeprapto, Maroeto, Soerjadi, Koentjoro Poerbopranoto (Ketua), Soekirdjan, Soediman, dan Soeharto. (Dok. Museum Sumpah Pemuda)

Sejarah Jong Java: Dari Tri Koro Dharmo hingga Kongres Pemuda

Riza Aslam Khaeron • 22 October 2025 16:51

Jakarta: Menjelang peringatan Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2025, perhatian kembali tertuju pada organisasi-organisasi pemuda yang meletakkan dasar bagi semangat kebangsaan di awal abad ke-20.

Salah satu yang paling berpengaruh adalah Jong Java, organisasi pelajar bumiputra yang memainkan peran penting dalam proses lahirnya semangat persatuan dan cita-cita Indonesia Merdeka.

Lahir dari semangat idealisme generasi terpelajar yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah pemerintah kolonial, Jong Java menjadi wadah pembinaan intelektual, budaya, dan kesadaran politik para pemuda dari berbagai wilayah.

Organisasi ini tidak hanya menampung aspirasi kaum muda Jawa, Sunda, Madura, dan Bali, tetapi juga membuka jalan bagi terbentuknya aliansi antarorganisasi pemuda yang akhirnya mencapai puncaknya dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.

Berikut adalah perjalanan sejarah Jong Java, sejak awal kelahirannya sebagai Tri Koro Dharmo hingga akhirnya melebur ke dalam Indonesia Muda.
 

Awal Mula: Kekecewaan Terhadap Budi Utomo

Melansir buku Jong Java: Peranannya Dalam Persatuan Bangsa (2015), gagasan pembentukan Jong Java berawal dari kekecewaan pelajar terhadap arah gerak Budi Utomo. Didirikan pada 20 Mei 1908 oleh dr. Soetomo, BU semula merupakan wadah kaum muda, tetapi setelah kongres pertamanya, organisasi ini justru didominasi kalangan priyayi dan amtenaar—yakni para pegawai negeri pribumi dalam struktur pemerintahan kolonial.

Fokus gerak BU terbatas pada ranah pendidikan dan kebudayaan, tanpa ruang untuk menampung aspirasi politik pemuda.

Dalam situasi itulah muncul dorongan untuk membentuk organisasi yang benar-benar mewakili suara pelajar.

Pada Minggu, 7 Maret 1915, berdirilah Tri Koro Dharmo di Gedung STOVIA, Gang Menjangan, Weltevreden (Batavia) oleh Satiman Wiriosandjojo, atas prakarsa para pelajar bumiputra yang merasa perlu menghimpun kekuatan sendiri.

Nama Tri Koro Dharmo diambil dari bahasa Jawa yang berarti “Tiga Tujuan Mulia”, yaitu Sakti (kepandaian), Budi (keluhuran budi), dan Bakti (pengabdian).

Nama resmi organisasi ini adalah Bond van Studeerenden van Java en Madura (Perkumpulan Pelajar Jawa dan Madura), dan sejak awal berfokus pada tiga hal: menjalin hubungan antarpelajar, membangkitkan minat terhadap seni dan bahasa nasional, serta meningkatkan pengetahuan umum.

Meskipun hanya mencakup pelajar dari Jawa dan Madura, visi organisasi ini berskala nasional, dan disebutkan sebagai bentuk sementara menuju organisasi pemuda seluruh Indonesia.
 

Perubahan Nama Menjadi Jong Java


Foto: Vandel Jong Java. (Museum Sumpah Pemuda)

Setelah berjalan tiga tahun, Tri Koro Dharmo mulai mendapat kritik dari kalangan pelajar lain. Penggunaan bahasa Jawa dalam kegiatan dan dominasi pelajar dari Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebabkan pelajar dari wilayah lain seperti Sunda dan Madura enggan bergabung.

Untuk menjawab tantangan ini, dalam Kongres Pertama Tri Koro Dharmo yang diadakan pada Rabu, 12 Juni 1918 di Surakarta, Mohamad Tabrani Soerjowitjitro mengusulkan penggantian nama organisasi menjadi Jong Java.

Nama baru ini dianggap lebih netral, inklusif, dan mencerminkan semangat kebangsaan yang lebih luas.

Bersamaan dengan perubahan nama, tujuan organisasi juga diperluas, yaitu untuk membangkitkan semangat persatuan dalam kerangka Jawa Raya—yang mencakup tidak hanya Jawa, tetapi juga Sunda, Madura, Bali, dan Lombok—dan untuk menumbuhkan kecintaan terhadap kebudayaan sendiri.

Sejak saat itu, Jong Java menjadi organisasi pelopor dalam membangun kerja sama lintas kedaerahan dan memainkan peran aktif dalam mendorong terbentuknya aliansi organisasi pemuda bumiputra, meskipun pada hakikatnya masih Jawa sentris.

Walaupun dalam anggaran dasarnya Jong Java menyatakan diri sebagai organisasi kebudayaan dan non-politik, realitas di lapangan menunjukkan bahwa aspirasi politik tidak bisa dipisahkan dari semangat persatuan. Kongres-kongres yang mereka selenggarakan sering kali menyentuh persoalan politik dan kemerdekaan, meskipun dibingkai dalam narasi kebudayaan.

Strategi ini dilakukan agar tetap mendapat pengakuan legal dari pemerintah Hindia Belanda, yang mencurigai gerakan-gerakan pemuda yang terlalu politis.
 
Baca Juga:
3 Tempat Historis Lahirnya Sumpah Pemuda
 

Kongres Pemuda dan Melebur Bergabung KBIM


Foto: Kongres XII di Semarang dimana Jong Java dibubarkan, Desember 1929. (perpusnas.go.id)

Pertemuan yang menandai titik balik bagi Jong Java adalah Kongres Ketujuh pada Desember 1924. Saat itu, Ketua Pengurus Besar Jong Java, R. Sjamsoeridjal, mengusulkan agar anggota berusia 18 tahun ke atas diizinkan untuk terlibat dalam kegiatan politik secara pribadi.

Meskipun hasil pemungutan suara seimbang, usulan tersebut ditolak dengan alasan menjaga kesatuan organisasi. Penolakan itu memicu pengunduran diri Sjamsoeridjal, yang kemudian mendirikan organisasi baru berbasis Islam bernama Jong Islamieten Bond.

Di tengah perpecahan tersebut, ide tentang Indonesia Raya semakin menguat, khususnya setelah pengaruh Perhimpunan Indonesia di Belanda yang membawa gagasan Persatuan Indonesia. Dalam Kongres Kedelapan di Bandung, 28 Desember 1925 – 2 Januari 1926, arah baru mulai digariskan.

Mohamad Tabrani, wakil cabang Betawi, secara terbuka menyampaikan bahwa persatuan Jawa Raya tak akan pernah tercapai jika Indonesia belum merdeka.


Foto: Kongres Ke-8 di Bandung. (Dok. Museum Sumpah Pemuda)

Pandangan ini diterima secara luas, dan kongres akhirnya menyetujui amandemen Pasal 3 Anggaran Dasar Jong Java, yang menegaskan tujuan organisasi adalah membina anggotanya agar dapat berperan dalam membangunkan Jawa Raya dan memperkuat persatuan bangsa-bangsa Indonesia menuju Indonesia Merdeka.

Jong Java kemudian tampil menonjol dalam Kongres Pemuda Pertama (30 April – 2 Mei 1926), di mana Mohamad Tabrani dipercaya sebagai ketua kongres. Dalam forum tersebut, semangat persatuan Indonesia digaungkan, dan Jong Java menegaskan posisinya sebagai pelopor organisasi yang mendorong terbentuknya wadah nasional.

Dalam pertemuan penting pada 23 April 1927, organisasi-organisasi pemuda sepakat atas dua prinsip utama: bahwa Indonesia Merdeka harus menjadi cita-cita bersama, dan bahwa seluruh organisasi pemuda harus bersatu dalam satu wadah nasional.

Semangat ini mencapai puncaknya pada Kongres XI Jong Java di Mataram, 25–29 Desember 1928, setelah Konges Pemuda II pada bulan Oktober yang menegaskan kesatuan tanah air, bangsa, dan bahasa Indonesia, di mana disusun 15 Pasal Kongres Mataram dan dibentuk Komisi Persiapan Fusi (Commissie van Voorbereiding).

Ketua Pengurus Besar saat itu, R. Koentjoro Poerbopranoto, dikenal sebagai “Ketua yang Paling Akhir” karena dialah yang memimpin menjelang peleburan organisasi.

Sebagai langkah konkret, Jong Java mendirikan Komisi Besar Indonesia Muda (KBIM) pada 23 April 1929 bersama organisasi lain seperti Pemuda Indonesia dan Jong Sumatera.

Akhir dari perjalanan Jong Java ditandai oleh Kongres Pembubaran di Semarang, 23–29 Desember 1929, yang secara resmi menyatakan bahwa pada 27 Desember 1929, Jong Java dibubarkan dan seluruh cabangnya dilebur ke dalam organisasi baru bernama Indonesia Muda.

Pembubaran ini dibacakan oleh Muwardi, dan disertai dengan pengalihan badan-badan otonom seperti Jong Java Studiefonds yang berubah menjadi Studiefonds Oentoek Menoeloeng Pelajar-pelajar Indonesia (SOMPI), serta Jong Java Padvinderij (JJP) yang dilepaskan dan kemudian dikenal sebagai Pandoe Kebangsaan (PK).

Pada saat dibubarkan, Jong Java tercatat memiliki 1.577 anggota biasa, 564 anggota luar biasa, dan 41 penderma. Pembubaran ini bukan bentuk kemunduran, melainkan pengorbanan besar demi mewujudkan satu cita-cita: organisasi pemuda yang mewakili seluruh Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Indonesia Muda.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)