Ilustrasi pembacokan. Medcom.id
Jakarta: Pagi belum benar-benar menjelang. Udara masih dingin menyelimuti jalanan sempit di Pengasinan, Sawangan, Depok, Sabtu dini hari, 24 Mei 2025.
Jarum jam menunjukkan pukul 02.30 WIB ketika DSK (44), seorang ASN yang sehari-hari bertugas di Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi Kejaksaan Agung (Pusdaskrimti Kejagung), menggeber motornya perlahan di jalan lengang.
Ia baru saja selesai bekerja. Lelah menggantung di pundaknya. Jarak dari tempatnya melintasi ke rumah tinggal hanya sekitar 800 meter lagi. Jarak yang mestinya aman, tenang, dan tak menyimpan bahaya.
Tapi tak ada yang tahu bahwa malam itu, jalanan yang sepi itu telah menyimpan satu luka dalam sejarah hidupnya.
Teror dari Arah Berlawanan
“Menjelang kejadian beliau mengendarai sepeda motor di jalan Pengasinan, kurang lebih berjarak 800 meter dari rumahnya,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Depok AKBP Bambang, kepada wartawan, Rabu, 28 Mei 2025.
Tiba-tiba, dari arah yang berlawanan, dua orang misterius dengan sepeda motor datang mendekat. Gerak mereka cepat, nyaris tak bersuara. DSK hanya sempat melihat siluet motor lain yang tiba-tiba memepetnya.
Lalu terdengar suara tajam, menggetarkan udara malam yang senyap: “SIKAT!”
Baca juga:
Kejagung Geledah Apartemen Mantan Stafsus Nadiem Makarim
“Ada sepeda motor yang berlawanan arah menghampiri yang bersangkutan. Kemudian, korban mendengar ada kata-kata ‘sikat’,” kata Bambang.
Suara itu menandai awal tragedi. Belum sempat menoleh sepenuhnya, DSK merasakan sesuatu menyentuh pergelangan tangannya. Tajam. Dingin. Menyelinap dalam kesuraman malam.
“Pasca-dihampiri sepeda motor dari arah yang berlawanan, tiba-tiba korban merasa tangannya seperti disentuh sesuatu, korban tidak bisa melihat apa itu karena situasinya gelap,” imbuh Bambang.
Lari dari Gelap, Pulang dengan Luka
Seketika tubuhnya menggigil. Tapi bukan karena udara dini hari, melainkan karena naluri bertahan. Ia tahu dirinya dalam bahaya. Namun, tak ada waktu untuk bertanya, siapa pelaku? Mengapa dia?
Dengan satu tangan memegang setang, DSK tancap gas. Ia harus selamat. Ia harus sampai rumah. Sekalipun tubuhnya bergetar dan matanya sulit fokus, ia memaksa motornya terus berjalan.
“Karena merasa terancam bahaya begitu menguatkan diri untuk melanjutkan perjalanan hingga ke rumahnya. Setelah di rumah baru memeriksa pergelangan tangannya telah ada luka,” jelas Bambang.
Sesampainya di rumah, cahaya lampu menguak semuanya. Darah mengalir dari pergelangan tangan kanannya. Luka menganga, jelas hasil ayunan benda tajam. Bukan hanya tubuhnya yang terluka malam itu—tapi juga rasa aman yang selama ini ia peluk erat sebagai pegawai penegak hukum.
Misteri Belum Terpecahkan
Hingga kini, pelaku masih misterius. Polisi terus melakukan penyelidikan. Tujuh orang saksi telah dimintai keterangan, namun belum ada titik terang. Apakah ini perampokan? Serangan terencana? Atau pesan tersembunyi bagi seseorang di balik institusi tempat DSK bekerja?
“Kasus masih dalam penyelidikan,” kata AKBP Bambang singkat.
Di Pusdaskrimti Kejagung, berita tentang DSK menyebar cepat. Kawan-kawan seangkatannya menatap cemas. Mereka bertanya-tanya—apakah ini hanya kebetulan? Atau sebuah alarm bahaya yang selama ini tak terdengar?
Malam Panjang Seorang ASN
Hanya dalam hitungan detik, hidup DSK berubah. Dari seorang staf yang rutin bekerja, menjadi korban serangan tak dikenal. Dari seseorang yang tiap malam pulang membawa beban data dan dokumen negara, menjadi sosok dengan luka nyata di tubuh dan batin.
Malam itu, Depok tak hanya mencatat satu aksi kriminal. Ia mencatat bisikan yang menakutkan: bahwa bahkan seorang ASN pun bisa menjadi sasaran—di jalanan, dalam gelap, dan tanpa aba-aba selain satu kata: “Sikat.”
Redaksi terus mengikuti perkembangan kasus ini. Siapa pelaku dan apa motifnya masih menjadi teka-teki yang harus dipecahkan.