Global Sumud Flotilla berangkat awal September 2025 dengan tujuan memecahkan blokade Israel terhadap Gaza dan mengirim bantuan kemanusiaan. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 29 September 2025 07:28
Kairo: Komite Internasional untuk Memecahkan Blokade Gaza mengumumkan pada Minggu bahwa armada kapal Global Sumud Flotilla telah mencapai wilayah di utara Marsa Matrouh, pesisir Laut Mediterania Mesir.
Menurut pernyataan di media sosial X, Global Sumud Flotilla kini terdiri dari 42 kapal dan diperkirakan berlayar dalam beberapa jam ke perairan utara kota Alexandria.
“Kami memperkirakan Zionis dapat melakukan kejahatan perang terhadap kami kapan saja karena kami semakin dekat ke Gaza,” tambah pernyataan komitme, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Senin, 29 September 2025.
“Kapal-kapal utama kami, OHWAYLA & ALL IN, kini hanya berjarak 366 mil laut dari Gaza dengan perkiraan tiba dalam 3–4 hari. Armada kami kini berjumlah 44 kapal, diperkuat dengan diluncurkannya dua kapal baru yang menuju armada,” sambungnya.
Komite itu menambahkan, “Dalam dua hari, flotila akan memasuki zona berisiko tinggi. Tekad kami mutlak, namun saat inilah kewaspadaan dan solidaritas global Anda sangat dibutuhkan.”
Sebelumnya, komite menyatakan akan mengirim kapal yang membawa jurnalis dan tenaga medis ke Jalur Gaza yang diblokade Israel. Kapal yang dijadwalkan berlayar pada 1 Oktober ini akan membawa lebih dari 100 pekerja media internasional dan dokter.
Global Sumud Flotilla berangkat awal bulan ini dengan tujuan memecahkan blokade Israel terhadap Gaza dan mengirim bantuan kemanusiaan, terutama persediaan medis, ke wilayah yang dilanda perang tersebut.
Sejak 2 Maret, Israel menutup seluruh perbatasan Gaza, memblokir konvoi makanan dan bantuan, sehingga memperparah kondisi kelaparan di kawasan terkepung itu. Hanya sebagian pasokan yang diizinkan masuk, dan banyak di antaranya dijarah kelompok bersenjata yang menurut otoritas Gaza dilindungi Israel.
Sebagai kekuatan pendudukan, Israel memiliki rekam jejak mencegat kapal yang menuju Gaza, menyitanya, dan mendeportasi para aktivis. Kritikus menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pembajakan.
Sejak Oktober 2023, militer Israel dilaporkan telah menewaskan lebih dari 66.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, di Gaza. Serangan tanpa henti ini telah membuat kawasan tersebut nyaris tidak layak huni, memicu kelaparan, dan penyebaran penyakit.
Baca juga: Trump Optimistis Rencana Perdamaian Gaza Akan Disetujui Israel