Andina Narang Soroti Fenomena Filter Bubble di Platform Media Sosial

Anggota Komisi I DPR Andina Thresia Narang. Foto: Metrotvnews.com

Andina Narang Soroti Fenomena Filter Bubble di Platform Media Sosial

Arga Sumantri • 21 July 2025 16:25

Jakarta: Anggota Komisi I DPR Andina Thresia Narang menyoroti fenomena filter bubble dalam platform media sosial (medsos). Ia mendorong adanya kesetaraan sehingga tidak hanya konten-konten sensasional yang muncul di beranda medsos.

"Algoritma platform digital dapat menyebabkan filter bubble, di mana pada saat kita sering melihat suatu berita, itu terus, itu terus, itu terus algoritmanya. Jadi tidak ada lagi yang namanya equal," kata Andina dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU Penyiaran dengan para pakar dan akademisi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 21 Juli 2025.

Filter bubble adalah kondisi pengguna internet hanya terpapar pada konten yang sesuai dengan preferensi dan pandangan mereka. Hal itu disebabkan oleh algoritma personalisasi. Algoritma tersebut menyaring dan menampilkan informasi berdasarkan riwayat penelusuran, interaksi, dan data pengguna lainnya, sehingga menciptakan 'gelembung' informasi yang terbatas.

Andina khawatir filter bubble tersebut akan menghilangkan konten positif, konten budaya lokal, dan konten terkait UMKM karena tertutup oleh konten sensasional. Ia berharap ada transparansi dalam algoritma platform digital sehingga konten yang ditampilkan seimbang.
 

Baca juga: Wujudkan Kemandirian, Lestari Moerdijat Dorong Peningkatan Keterampilan Penyandang Disabilitas

"Pasti yang lokal atau UMKM akan hilang karena akan tertutup oleh konten yang sensasional, yang viral. Apalagi kalau kita lihat saat ini di Tiktok, Instagram, sudah tahu lagi ngetren apa nih, sudah bisa kita lihat," tandasnya.

Legislator Partai NasDem itu juga berdiskusi terkait kebutuhan pengawasan media sosial. Menurutnya, media sosial kini dipenuhi konten vulgar dan tidak mendidik.

Andina mengatakan seluruh siaran media konvensial diawasi dengan ketat oleh Komisi Penyisaran Indonesia (KPI). Sedangkan siaran di media sosial pengawasannya masih sangat longgar. 

"Kalau di TV konvensional ada KPI, mereka tidak boleh berkata-kata kasar, berbaju seronok, ngerokok aja di TV tidak boleh. Tetapi di live streaming di platform digital, semudah itu mereka merokok, mengutarakan kata-kata kasar, dan dapat diakses oleh siapa pun," ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)