Gedung Merah Putih KPK. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam
Media Indonesia • 14 November 2024 06:36
UNTUK kesekian kalinya, termasuk sejak menjadi presiden terpilih, Presiden Prabowo Subianto membuat pernyataan tegas soal pemberantasan korupsi. Pernyataan itu disampaikan Presiden Prabowo di Washington DC, Amerika Serikat (AS), di depan para pengusaha yang tergabung dalam The United States Indonesia Society (Usindo).
Presiden mengibaratkan perilaku korupsi sebagai kanker yang harus segera diberantas demi menjaga integritas dan kemajuan Indonesia. Ia berkomitmen menindak tegas praktik korupsi yang menghambat pembangunan tanpa toleransi. Presiden bahkan meminta para pengusaha untuk lapor langsung kepadanya jika menemukaan dugaan korupsi di Indonesia.
Tentu saja, pernyataan Presiden di hadapan para pemimpin perusahaan besar seperti Freeport, Chevron, dan General Electric itu tidak salah. Meski demikian, kita menuntut agar pernyataan-pernyataan keras soal korupsi itu, termasuk pernyataan teranyar di AS, tidak berhenti hanya sebagai gimik. Seberapa pun garangnya, pernyataan itu jangan menjadi sekadar strategi marketing.
Ibarat perang di medan nyata, Presiden sudah cukup mengeluarkan orasi dan aba-aba yang berapi-api. Kini saatnya langkah konkret di balik ingar-bingar itu, termasuk memperkokoh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memperkuat sinergi KPK bersama lembaga-lembaga lain yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
Sejauh ini, peran KPK justru tidak pernah disinggung Presiden dalam berbagai pernyataannya. Bahkan ketika Prabowo menyebut akan membuat pasukan khusus dan anggaran khusus untuk memberantas korupsi dan mengejar buronan korupsi, keberadaan KPK tidak pernah disinggung.
Ini bukan saja membuat pertanyaan besar, melainkan juga memupuskan harapan akan penguatan KPK di pemerintahan baru. Sebab, sejak pengesahan revisi Undang-Undang KPK pada 2019, taji lembaga antirasuah itu sudah ditumpulkan. Mulai dari independensi yang dikebiri karena kini berada di rumpun eksekutif sampai senjata yang dilumpuhkan lantaran ketentuan baru soal penyadapan.
Perubahan krusial pada KPK itu, mau tidak mau, harus diakui berdampak terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo, jumlah kasus korupsi terus meningkat, yakni dari 271 kasus pada 2019 menjadi 791 kasus pada 2023. Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada 2022-2023 pun stagnan di skor 34.
Baca Juga:
Nasaruddin Umar Siap Bersih-bersih di Kementerian Agama |