Ilustrasi rupiah. Foto: MI/Tri.
Jakarta: Laju mata uang rupiah bervariasi pada penutupan perdagangan hari ini. Investor masih memantau data terkini dari data harga pengeluaran konsumen Amerika Serikat (AS).
Bloomberg mencatat mata uang rupiah menguat tipis dengan berada pada level Rp15.856 per USD atau naik 0,01 persen penutupan perdagangan Kamis, 28 Maret 2024. Yahoo Finance melansir mata uang rupiah melemah 0,012 persen dengan berada pada level Rp15.850 per USD.
Dolar AS mendapat dorongan terhadap mata uang utama lainnya pada hari Kamis, karena pejabat Federal Reserve mengatakan tidak terburu-buru menurunkan suku bunga di tengah inflasi yang sulit, dan karena para pedagang bersiap untuk data ekonomi utama.
Gubernur Federal Reserve Christopher Waller mengatakan data inflasi yang mengecewakan baru-baru ini menegaskan alasan bank sentral AS menunda pemotongan target suku bunga jangka pendeknya.
"Tidak ada terburu-buru untuk menurunkan suku bunga kebijakan" saat ini, kata Waller dikutp dari
Channel News Asia, Kamis, 28 Maret 2024.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap mata uang utama lainnya, menguat setelah komentar Waller dan bertahan sebagian besar tidak berubah di 104,41. Sejauh ini telah meningkat sekitar 3 persen pada tahun 2024.
Menurut alat CME FedWatch, ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga pertama yang akan terjadi pada pertemuan The Fed Juni telah sedikit mereda, saat ini memperkirakan peluang sebesar 60 persen dibandingkan dengan 67 persen pada minggu lalu.
Pedagang optimistis dengan dolar AS
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengungkapkan, lemahnya rupiah pada pagi ini disebabkan oleh pandangan sebagian besar pedagang yang tetap bias terhadap dolar AS setelah sinyal dovish dari Swiss National Bank (SNB) dan Bank of England yang mematok greenback sebagai satu-satunya mata uang dengan imbal hasil tinggi dan risiko rendah.
"Selain itu, antisipasi terhadap data indeks harga PCE utama yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed dan komentar dari pejabat tinggi The Fed akhir pekan ini juga mendorong aliran dana ke dolar AS, terutama karena para pedagang menunggu lebih banyak isyarat mengenai penurunan suku bunga AS," ungkap Ibrahim dalam analisis hariannya.
Komentar Anggota Dewan Bank of Japan (BoJ) Naoki Tamura yang mengatakan bank sentral harus melanjutkan secara perlahan dan terus-menerus menuju normalisasi kebijakan ultra-longgar dalam beberapa bulan mendatang.
"Kekhawatiran ini muncul terutama setelah diplomat mata uang Jepang memperingatkan mereka tidak akan mengesampingkan tindakan apa pun dalam menahan pelemahan mata uangnya," terang Ibrahim.