Hukuman 16 Tahun untuk Zarof Ricar Dinilai Terlalu Ringan

18 June 2025 21:09

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 16 tahun penjara kepada mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dalam kasus suap dan gratifikasi. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 20 tahun. Namun, sejumlah pihak menilai hukuman itu belum sebanding dengan kejahatan yang dilakukan.

Pakar hukum pidana dan mantan hakim Asep Iwan Iriawan menilai putusan tersebut sangat ringan. Menurutnya, kejahatan Zarof telah merusak sistem peradilan dan mencederai independensi lembaga kehakiman.

“Sangat ringan sekali. Barang buktinya saja lebih dari Rp1 triliun, saya duga bahkan bisa mencapai Rp3 triliun. Dia mengobrak-abrik independensi dan kebebasan hakim. Dia adalah aktor yang selama ini mengatur mutasi, pendidikan hakim, hingga proses peradilan,” ujar Asep dikutip dari Metro Hari Ini Metro TV pada Rabu, 18 Juni 2025.

Asep menyebut vonis 16 tahun bisa menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi. tTerlebih Zarof diduga menerima Rp915 miliar dan 51 kilogram emas, tapi belum membuka pihak-pihak lain yang terlibat.

“Ini kejahatan yang sistemik. Kalau bisa, dihukum seumur hidup. Kalau sekarang 16 tahun, bisa-bisa cuma dijalani tujuh tahun karena remisi. Maka jaksa perlu segera jerat juga dengan pencucian uang, agar ada kumulasi hukuman,” tegas Asep.
 

Baca Juga: Alasan Hakim tak Vonis Zarof Ricar 20 Tahun Penjara

Terkait kemungkinan Zarof dijadikan justice collaborator atau whistleblower, Asep menyebut hal itu bisa saja menjadi pertimbangan keringanan vonis. Namun ia menekankan, sampai saat ini Zarof belum pernah membongkar jaringan yang terlibat.

“Dia hanya menyebut hakim agung S. Itu terlalu minim. Mana mungkin dia bermain sendiri dalam perkara senilai triliunan rupiah? Jaksa seharusnya lebih aktif membongkar keterlibatan petinggi lain, baik yang aktif maupun pensiun,” kata Asep.

Sementara itu, vonis untuk pihak lain dalam perkara yang sama juga menuai perhatian. Ibu dari terpidana Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, divonis 3 tahun penjara, sementara kuasa hukumnya divonis 11 tahun. Asep menilai vonis terhadap pengacara seharusnya lebih berat karena termasuk aparat penegak hukum, dan terhadap pemberi suap pun seharusnya di atas 10 tahun.

Terkait denda Rp1 miliar terhadap Zarof, Asep menilai jumlah itu tak sebanding dengan nilai gratifikasi yang diterima. Ia menjelaskan bahwa dakwaan gratifikasi bukan termasuk pasal kerugian negara, sehingga uang pengganti tidak dijatuhkan.

“Kalau pasalnya pakai kerugian negara, dia wajib kembalikan uang. Tapi ini gratifikasi, jadi cuma kena denda ringan. Padahal seharusnya kita bisa menyita semua harta hasil kejahatan lewat pasal pencucian uang,” jelasnya.

Asep juga menyoroti pentingnya jaksa melakukan banding agar vonis bisa diperberat. Ia berharap pengadilan tinggi atau Mahkamah Agung berani menjatuhkan vonis maksimal bagi pelaku korupsi yang merusak institusi kehakiman.

“Kalau tidak dibandingi, publik bisa bertanya-tanya. Ini kesempatan membuka borok Mahkamah Agung yang selama ini tersembunyi. Jangan biarkan kejahatan besar seperti ini hanya dihukum seperti koruptor kecil,” tutup Asep.


(Tamara Sanny)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)