Publik akan Sulit Bedakan Pejabat Kampanye dan Tugas Negara

24 January 2024 20:18

Jakarta: Pengamat Politik Ikrar Nusa Bhakti menilai publik akan susah membedakan antara kunjungan kerja pejabat negara dan kampanye politik. Terutama setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pejabat publik seperti dirinya dan menteri boleh berkampanye.

"Kita tidak bisa lagi membedakan apakah presiden itu melakukan kunjungan kerja membagi-bagi bansos, atau itu (bagi-bagi bansos) adalah bagian dari cara presiden untuk membantu menaikkan  elektabilitas Prabowo dan anaknya," ujar Jokowi, Rabu, 24 Januari 2024.

Menurutnya, tidak sedikit setiap kunjungan kerja diselipkan dengan kampanye politik. Beberapa caranya dilakukan dengan sangat rapih.
 

Baca: Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye Asal Tidak Gunakan Fasilitas Negara

Ikrar menduga Jokowi sedang gusar. Khawatir elektabilitas pasangan calon (paslon) unggulannya disalip oleh kedua paslon lainnya.

Namun, pernyataan Jokowi bahwa presiden juga boleh mendukung salah satu paslon juga sangat tidak tepat. Publik khawatir presiden dan pejabat negara lainnya akan menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik pribadi.

"Maaf. Kata-kata ini sudah benar-benar membabi buta ke sana kemari," ucapnya.

Presiden Jokowi menyebut Kepala Negara boleh berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu). Selain itu, seorang presiden juga boleh memihak kepada calon tertentu.

"Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," ujar Jokowi di Terminal Selatan Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)