Editorial Malam: Firli, Berhentilah

23 November 2023 22:35

Kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang melibatkan Ketua KPK Firli Bahuri memasuki babak baru. Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli sebagai tersangka pada Rabu (23/11) setelah melalui 47 hari masa penyidikan, tiga kali panggilan pemeriksaan dengan dua kali mangkir, dan dua kali gelar perkara.

Tidak tanggung-tanggung, Polda Metro Jaya menjeratnya dengan tiga pasal berlapis sekaligus. Firli dikenai Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).  Jenderal polisi (purn) bintang tiga itu pun terancam hukuman paling berat penjara seumur hidup.

Penetapan Firli sebagai tersangka patut diapresiasi karena telah memberikan kepastian hukum sehingga kasus yang merusak nalar publik itu tidak kian berlarut-larut. Merusak nalar karena 'komandan' lembaga antikorupsi yang semestinya meminpin agenda pemberantasan korupsi malah terbukti melakukan korupsi. 

Makin ironis lagi karena beberapa jam sebelumnya, Firli baru saja mendapat penghargaan Anugerah Reksa Bandha terkait pencegahan korupsi yang diberikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ironi tersebut akan semakin menjadi-jadi bila dengan statusnya kini sebagai tersangka korupsi, Firli tak segera mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua KPK. 

Ia bisa saja menyontoh pejabat negara yang lain yang enggan mundur meski sudah ditetapkan menjadi tersangka, seperti Wakil Menteri Hukum, dan HAM, Edward Omar Syarief Hiariej.  Firli juga bisa berlindung di balik asas praduga tak bersalah. Namun kiranya sangat tidak elok kalau sekelas Ketua KPK rela menggadaikan hati nurani dan rasa malunya demi mempertahankan jabatannya. 

Di sisi lain, dengan status tersangka korupsi dengan ancaman pidana seumur hidup, polisi juga mestinya tak perlu segan untuk segera menahan Firli. Polisi tak polisi bisa lagi berlambat-lambat seperti sebelum penetapan Firli sebagai tersangka.

Jika polisi bergerak lambat, terus terang publik akan khawatir karena dengan kewenangan yang amat besar sebagai pimpinan KPK, Firli bisa memanfaatkannya untuk menghilangkan barang bukti. Ia juga bisa melarikan diri kapan saja. 

Tak cukup sampai di situ, Presiden Joko Widodo juga seharusnya tidak boleh berpangku tangan dalam kasus Firli ini. Jika Firli ngotot tidak mau mundur atau polisi tidak segera menahan Firli, Presiden punya kewenangan memecat atau memberhentikan sementara. 

Di UU KPK jelas disebut pimpinan KPK yang ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana kejahatan diberhentikan sementara dari jabatannya. Pemberhentian itu ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Keppres). Dengan dasar sekuat itu, masa Presiden tidak berani memecat ketua KPK?

Gerak cepat Presiden Jokowi dan kepolisian dalam kasus Firli ini sangat dinantikan untuk mengembalikan marwah KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi. Kiranya sungguh tidak elok bila lembaga antirasuah yang bertugas menyapu bersih tindak korupsi justru dipimpin seseorang dengan status tersangka korupsi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Leah Alexis Laloan)