Bedah Editorial MI: Menjamin BUMN Sehat dan Bersih

26 September 2025 09:23

BARU tujuh bulan berlaku, kini Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Minik Negara (BUMN) kembali diperbaiki. Wajar, bahkan niscaya, bahwa beleid yang diketok pada Februari lalu memang mesti diperbaiki. Banyak celah yang amat mungkin jadi embrio moral hazard muncul dari UU tersebut.

Selain soal Kementerian BUMN yang fungsinya dipertanyakan akibat kehadiran lembaga baru bernama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), pasal yang menyebut pejabat BUMN bukan penyelenggara negara juga jadi celah menganga bagi potensi masuknya perilaku culas.

Celah itu teramat dalam, karena dengan aturan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa memeriksa direksi dan komisaris BUMN yang terindikasi korupsi. Padahal, sudah jadi rahasia umum, perusahaan BUMN yang sakit-sakitan karena terus merugi, salah satunya diduga akibat perilaku korup sebagian pejabat mereka.

Perusahaan asuransi Jiwasraya jadi contoh kasus teranyar. Izin usaha perusahaan BUMN itu bahkan sampai dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan pada Januari 2025 akibat gagal bayar. Kasus hukumnya pun terus bergulir mengingat kerugian negara mencapai Rp16,81 triliun. 

Kasus itu sekaligus membuka mata betapa bobroknya tata kelola di BUMN asuransi tersebut. Itu baru di Jiwasyara. Bagaimana dengan tata kelola BUMN lainnya? Amat mungkin, bila tidak segera dicegah, peristiwa serupa bakal terjadi di BUMN lainnya.
 

Baca Juga:  Dasco Sebut Revisi UU BUMN akan Atur Wamen Rangkap Jabatan


Namun, dengan adanya Pasal 9G UU No 1/2025, yang menyebut anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara, KPK tak dapat lagi menyidik peusahaan pelat merah itu. Boleh jadi, aturan tersebut awalnya dimaksudkan agar BUMN bisa lebih leluasa bergerak, dan para petingginya tidak takut untuk membuat keputusan terobosan karena bisa dianggap menyalahi aturan.

Namun, tidak bisa disalahkan pula jika ada yang menilai bahwa aturan itu diutak-atik untuk melepaskan petinggi BUMN dari jeratan hukum pemberantasan korupsi.
Keberadaan pasal itu jelas sangat mengerikan. Petinggi BUMN dapat bekerja secara sembarangan dalam menjalankan perusahaan, karena semua keputusan mereka dilindungi oleh UU.

Penggelapan modal kerja perusahaan, misalnya, bisa saja dilakukan secara terang-terangan karena mereka tak takut lagi diperiksa KPK. Padahal, BUMN dimodali oleh negara atas nama masyarakat. 

Karena itu, kita perlu mengapresiasi para pembuat UU yang pada tujuh bulan kemudian kembali teringat bahwa BUMN ialah perusahaan milik negara. BUMN jelas memiliki peran penting dalam memanjukan ekonomi negeri ini. Selain menjalankan fungsi pelayanan umum, perusahaan pelat merah, itu juga berfungsi menjadi alat negara untuk mencari keuntungan, tentunya demi memajukan kesejahteraan umum.

Namun, apa jadinya jika perusahaan BUMN terus merugi, apalagi akibat perbuatan korup? Bahkan, tak sedikit BUMN yang tiap tahun bolak-balik disuntik penyertaan modal negara (PMN) akibat terus merugi. Rakyat sebagai pemodal utama tentu yang paling dirugikan. Sementara itu, dengan UU yang ada, pembuat kerugian bisa lepas dari pertanggungjawaban. Risiko terparah paling hanya dicopot dari jabatan.

Maka, dalam menyusun UU BUMN yang baru, kali ini DPR dan pemerintah mesti benar-benar mendengar aspirasi masyakarat. Parlemen jalanan yang sempat terjadi pada akhir Agustus lalu tentu bisa menjadi pengingat bahwa masyarakat sudah tak mau lagi aturan hukum diutak-atik seenaknya.

Soal pengaturan dan koordinasi BUMN yang kini di bawah Danantara, masyarakat tak mempersoalkannya. Selagi BUMN masih mendatangkan keuntungan bagi negara, mau siapa pun yang mengelola asal tak korup, itu tak jadi soal. Rakyat lebih membutuhkan jajaran profesional yang piawai mengelola uang rakyat demi kemajuan ekonomi bersama. 

Dengan mengembalikan aturan bahwa pejabat BUMN ialah penyelenggara negara, fungsi pengawasan kian menguat. Kehati-hatian menjalankan tata kelola BUMN lebih bisa dijamin, tanpa mesti takut diterungku karena membuat terobosan yang memang dibutuhkan. 

Itu ialah jalan menuju BUMN yang sehat, bersih, dan menguntungkan. Jika usaha negara untung, rakyat sebagai pemodalnya pun tentu ikut untung.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Gervin Nathaniel Purba)