Wakil presiden mendatang akan memiliki kekuasaan wilayah. Sebab, dalam RUU Daerah Khusus Jakarta, wapres diberi kewenangan memimpin dewan kawasan aglomerasi yang wilahnya mencakup Jabodetabek plus Cianjur.
Pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta Dikebut
Hari-hari terakhir Jakarta menyandang status sebagai Ibu Kota Negara, aktivitas warganya masih berlangsung seperti sedia kala. Sementara itu di Gedung DPR RI, Badan Legislatif (Baleg) DPR RI tengah menggelar rapat dengan pemerintah guna membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Pembahasan RUU DKJ akan dikebut dan ditargetkan disahkan sebelum 5 April 2024.
"Provinsi Daerah Khusus Jakarta ini menjadi satu kebutuhan yang sangat mendesak dan mendasar, karena memang sudah diamanatkan dalam UU IKN. Selambat-lambatnya dua tahun setelah diundangkan IKN, maka status dari Provinsi DKJ harus bisa diundangkan," kata anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo.
Wapres Diberi Kekuasaan di Jakarta dan Sekitarnya
Salah satu pembahasan yang paling menyita perhatian adalah pemberian kewenangan kepada Wakil Presiden untuk memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi. Aglomerasi sendiri didefinisikan sebagai kawasan perkotaan dalam konteks perencanaan wilayah, yang meyatukan pengelolaan beberapa daerah kota dan kabupaten dengan kota induknya.
Dalam konteks ini, wilayahnya meliputi daerah Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur. Kemudian Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Meski dalam draf RUU DKJ eksplisit Dewan Aglomerasi dipimpin wapres, tapi Menteri Dalam Negeri
Tito Karnavian menjelaskan bahwa kewenangannya akan ditentukan oleh Peraturan Presiden.
"Banyak masalah-masalah bersama seperti masalah banjir, masalah transportasi, masalah sampah, polusi dan segala macam, sehingga memerlukan adanya koordinasi, sinkronisasi, harmonisasi untuk perencanaan pembangunannya," kata Tito.
”Dalam konteks kawasan aglomerasi ini, kesepakatan kami adalah mengembalikan dewan. Singkat saja isi pasalnya, dewan aglomerasi akan ditunjuk oleh Presiden dengan keputusan adanya peraturan presiden. Sudah, singkat, itu saja,” lanjutnya.
Calon Wakil Presiden nomor urut 02,
Gibran Rakabuming Raka yang berpeluang menjadi wapres terpilih sekaligus memimpin kawasan aglomerasi, enggan mengomentari soal kekuasaan wapres di kawasan tersebut.
"Ya ditunggu saja kepastiannya ya," ucap Gibran singkat.
Dewan Kawasan Aglomerasi Dinilai Tak Efektif
Sementara calon presiden nomor urut 01, Anies Baswedan yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta menilai, pembentukan Dewan Aglomerasi belum tentu efektif bahkan bisa menimbulkan masalah baru. Selain itu, pembentukan kawasan aglomerasi seharusnya bottom up dengan melibatkan kepala daerah sekitar Jakarta.
"Kadang-kadang kita membuat lembaga baru, tapi lembaga baru itu belum tentu menyelesaikan masalah yang sesungguhnya ada. Jadi kalau saya usul sebaiknya prosesnya lebih bottom-up. Kumpulkan yang selama ini mengelola Jakarta dan sekitarnya, tanyakan apa yang menjadi kebutuhannya, dari situ undang-undang ini dibuat menyesuaikan," tutur Anies Baswedan.
Sejumlah pakar juga mengkritik pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi di bawah pimpinan Wapres. Mereka melihat dewan seperti itu tidak akan efektif.
"Saya kira perlu kita pertanyakan karena ini membuat suatu sistem yang sepertinya baru sama sekali dibanding dengan pemerintahan daerah sebelumnya. Jadi aglomerasi ini dulu sudah pernah ada pikiran seperti itu untuk Jakarta yang namanya itu Kosmopolitan. DPR sempat mengambil prakarsa itu, tapi ketika kita bicara mengenai kawasan yang akan dikelola dalam Kosmopolitan itu mencakup Jawa Barat segala macam, Pemerintah Jawa Barat tidak setuju kawasannya dimasukkan dalam satu kerangka koordinasi maupun pengendalian oleh pihak di luar pemerintah Jawa Barat. Ini harus kita hati-hati," jelas pakar pemerintahan, Ryaan Rasyid.
"Keberadaan seperti Dewan Aglomerasi ini tidak akan banyak membantu masalah persoalan di Jakarta. Sehingga saya berharap sekali dikaji ulang. Kita masih ingat punya namanya BKSP (Badan Kerjasama Pembangunan) Jabodetabek-Punjur yang bisa dikatakan kurang berhasil dalam menyelaikan masalah persoalan di Jakarta dan sekitarnya. Nah Dewan Aglomerasi ini lebih kepada peningkatan status dari BKSP tadi dengan berdasarkan undang-undang, tetapi tidak akan menjamin menyelesaikan masalah. Dewan Aglomerasi kalau hanya sekadar mengkoordinasi, sinkronisasi, harmonisasi tidak akan banyak berhasil," ucap pakar tata kota, Nirwono Joga.
Selain efektifitasnya yang diragukan, keberadaan wapres menjadi Ketua Dewan Kawasan Aglomerasi juga berpotensi menimbulkan konflik kewenangan antara presiden dan wakil presiden.
"Atribusi kewenangan secara langsung kepada wakil presiden sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi dari RUU ini harus dipertimbangkan sedemikian rupa agar tidak terjadi dualisme kekuasaan antara Presiden dan Wakil Presiden yang dapat berpotensi menimbulkan pecah kongsi antara keduanya di kemudian hari," ujar anggota DPD RI, Sylviana Murni.
Jika Dewan Kawasan Aglomerasi sejak awal memang ditujukan untuk memberi kewenangan khusus pada wakil presiden, yang kemungkinan akan dijabat Gibran Rakabuming Raka, maka justru komplikasi politik sudah tergambar sejak awal.