Bedah Editorial MI - Birokrasi Bersih Jangan Jadi Ilusi

17 February 2025 08:53

Integritas dan korupsi ibarat dua sisi koin yang saling membelakangi. Yang satu terkait dengan hidup berkomitmen, kejujuran, dan bertanggung jawab, sisi lain justru terkait dengan penyelewengan. 

Integritas akan melahirkan pemimpin yang berwibawa, dengan kejujuran menjadi batu penjurunya. Sedangkan korupsi hanya menelurkan sengsara. Sebab, korupsi akan menggerogoti dan menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Kedua hal itu jadi kegelisahan banyak orang, bahkan para pemimpin birokrasi.

Tidak mengherankan bila bagi lebih dari 4.602 orang yang menjadi responden Survei Kepemimpinan 2024 yang dilaksanakan Lembaga Administrasi Negara (LAN), isu integritas dan korupsi pun menjadi yang terbanyak disorot sebagai tantangan terbesar yang dihadapi pada 2025. Yang jadi soal, bagi sebagian besar responden, penegakan hukum masih rendah dan kebijakan pemberantasan korupsi belum maksimal. Maka tantangan pun pasti kian berat.

Secara tidak langsung, para pemimpin yang jadi responden menyatakan lingkaran setan korupsi masih akan mengemuka. Memang, secara angka, skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia membaik. Skor IPK 2024 Indonesia naik 3 poin daripada tahun sebelumnya. 

Namun, apalah artinya angka bila publik masih kerap disuguhi tontonan kejadian ganjil yang mengonfirmasi masih maraknya korupsi. Contoh amat nyata adalah kasus korupsi tata niaga komoditas timah. Pengadilan Negeri memvonis sangat ringan terhadap Harvey Moeis dan kawan-kawan, meski tindakan korupsi mereka diduga merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun. 

Untung saja, hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengoreksi vonis itu lalu menggantinya dengan memberikan hukuman 20 tahun. Sebuah hukuman langka, yang mestinya kerap diterapkan untuk kasus korupsi yang sudah menjadi kanker ganas di negeri ini.

Survey LAN yang menunjukkan tantangan besar integritas dan penegakan hukum juga kian terkonfirmasi dalam kasus hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang terjerat suap dalam putusan bebas Gregorius Ronald Tannur dari kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti. Sosok hakim yang kerap disebut sebagai wakil Tuhan, dan seharusnya menjaga integritas tinggi dalam mengadili perkara, malah terjerumus dalam lumpur suap.

Makanya, menurut catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kecenderungan korupsi dari tahun ke tahun juga tidak terlalu berpengaruh pascakehadiran lembaga antirasuwah tersebut. Pelakunya juga beragam, mulai dari anggota DPR atau DPRD, kepala lembaga/kementerian, kepala daerah, dan pejabat lain di berbagai tingkatan. 

Para penyelenggara negara tentu sudah menanda tangani pakta integritas dan mengikuti beragam pelatihan dari KPK. Sayangnya, mereka-mereka juga yang akhirnya menjadi tahanan KPK. 

Maka, salah satu hal penting agar tantangan itu bisa ditaklukkan, para pemimpin berbagai level birokrasi tidak boleh sekadar berbasa-basi. Berpidato antikorupsi memang penting sebagai pengingat. Membuat pakta integritas dan bersumpah menumpas korupsi juga tidak boleh ditinggalkan. Tapi, bila itu semua tidak dibuktikan dengan perubahan nyata yang terluhat, tekad mewujudkan pemerintahan yang bersih cuma ilusi. Kita jelas tidak mau itu terjadi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Nopita Dewi)