Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman memberikan data terkait kasus dugaan korupsi kuota haji kepada Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Data itu salah satunya memuat sejumlah pihak yang mematok harga sampai meraup untung Rp750 miliar.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mendatangi gedung KPK pada Rabu, 20 Agustus 2025, siang untuk memberikan tambahan data terkait dugaan jual beli kuota tambahan haji tahun 2024.
Boyamin menyebut ada sejumlah pihak mematok harga tertentu sampai untung Rp750 miliar. Boyamin juga menyampaikan data soal dugaan pungutan liar dalam pelaksanaan haji 2024.
Selain itu, Boyamin juga memberikan informasi soal dugaan gratifikasi kepada pejabat di Kementerian Agama. Menurut Boyamin, ada pejabat yang memberikan fasilitas negara kepada istrinya untuk menjalankan haji furoda.
"Kenapa tahun 2024 menjadi berbeda? Menjadi separuh-separuh dan juga dijual atau dibeli yang angkanya saya sebut itu kan rata-rata adalah USD5.000 per orang, kalau dikalikan 10.000 kan USD750 miliar. Juga ada cuttering dugaannya itu ada pungli per jamaah SAR2 (2 Riyal). Kemudian per jemaah juga untuk penginapan ada pungli SAR3. Paling banyak kalau dihitung-hitung makanya Rp1 triliun itu," kata Boyamin dikutip dari
Metro Pagi Primetime, Metro TV, Kamis, 21 Agustus 2025.
"Terus yang ke berikutnya adalah dugaan gratifikasi. Diduga istri-istri pejabat berangkat dengan Haji Furoda, tapi di sana kemudian mendapatkan fasilitas dari negara, yaitu untuk akomodasinya ada foto-fotonya gitu. Saya serahkan di sana. Jadi mohon maaf belum bisa saya share," sambungnya.
KPK mengapresiasi keputusan Boyamin memberikan data tambahan dan akan menindaklanjutinya. KPK juga membenarkan ada dugaan jual beli kuota tambahan haji di Kementerian Agama. Selain itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan akan kembali memanggil Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk melengkapi keterangan soal dugaan korupsi kota haji.
"Kemudian pada pelaksanaannya pun kuota tambahan, kuota khusus diperjual belikan kepada calon calon-calon jemaah yang kemudian bisa langsung ya bukan kemudian untuk diberikan kepada jemaah yang sudah mengantre," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.