5 November 2025 14:24
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah, menegaskan bahwa pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung seharusnya tidak lagi menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, seluruh kewajiban pembiayaan mesti ditanggung oleh pihak konsorsium dan Badan Pengelola Investasi Danantara sebagai induk holding.
Said menjelaskan, sejak status proyek kereta cepat berubah dari skema business to business menjadi government to government, maka risiko pembiayaan harus disesuaikan dengan porsi saham masing-masing negara. Saat ini, komposisi saham proyek tersebut terdiri atas 60 persen milik Indonesia dan 40 persen milik Tiongkok.
Ia menambahkan, ketika BUMN yang tergabung dalam PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) tidak lagi berada di bawah Kementerian Keuangan, maka tanggung jawab penyelesaian utang bukan menjadi beban negara. Meski demikian, DPR masih menunggu keputusan Presiden terkait kebijakan final pembayaran utang tersebut.