Jakarta: Akhir-akhir ini, banyak orang mulai mengeluhkan suhu pagi hari yang terasa lebih dingin dari biasanya. Padahal, secara kalender cuaca, saat ini Indonesia sedang memasuki musim kemarau. Suasana pagi yang biasanya cerah dan hangat kini justru terasa menggigit. Kondisi ini ternyata bukan tanpa penjelasan. Fenomena ini dikenal dengan nama "bediding".
Fenomena bediding kini ramai dibicarakan di berbagai media sosial karena membuat sebagian besar wilayah di Indonesia, terutama Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, mengalami suhu yang lebih rendah dari biasanya, khususnya di pagi hari.
Apa Itu Bediding?
Bediding adalah istilah untuk menggambarkan kondisi cuaca yang terasa jauh lebih dingin dari biasanya, khususnya saat pagi hingga dini hari selama musim kemarau. Istilah ini berasal dari bahasa Jawa, yakni "bedhidhing", yang merujuk pada perubahan suhu yang mencolok, umumnya terjadi di awal musim kemarau.
Fenomena ini bukan hanya dirasakan oleh satu dua orang saja. Banyak warga yang melaporkan
penurunan suhu sejak awal Juli. Dampaknya pun mulai terasa pada kesehatan, seperti meningkatnya kasus batuk, pilek, hingga menggigil di pagi hari.
Kenapa Bediding Bisa Terjadi?
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fenomena bediding disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor atmosferik, di antaranya:
- Adanya angin timuran yang berasal dari Australia. Angin ini bersifat kering dan dingin, dan saat melewati wilayah Indonesia, ikut menurunkan suhu udara secara signifikan. 2. Kondisi langit yang cenderung cerah tanpa awan di malam hari mempercepat proses hilangnya radiasi panas dari permukaan bumi.
- Kelembapan udara yang rendah turut mempercepat penurunan suhu.
Gabungan dari ketiga faktor tersebut menyebabkan suhu udara, terutama pada malam hingga pagi hari, turun cukup drastis.
Sampai Kapan Bediding Terjadi?
BMKG memprediksi fenomena bediding akan terus berlangsung selama puncak musim kemarau, yakni antara Juli hingga September 2025. Suhu udara yang tercatat selama periode ini juga menunjukkan tren penurunan yang signifikan.
Misalnya, di Stasiun Meteorologi Frans Sales Lega, Nusa Tenggara Timur, suhu terendah yang tercatat pada 8 Juli 2025 mencapai 12 derajat Celsius. Sementara itu, di wilayah dataran tinggi lain seperti Lembang dan Dataran Tinggi Dieng, suhu sempat menyentuh angka 15 derajat Celsius pada pagi hari.
Meskipun begitu, suhu ekstrem ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Pada 2024, suhu sempat tercatat hingga 8,4 derajat Celsius di lokasi yang sama di NTT.
Fenomena Tahunan yang Wajar Terjadi
Meski terasa ekstrem, fenomena bediding bukanlah sesuatu yang baru atau mengkhawatirkan secara jangka panjang. BMKG menegaskan bahwa bediding merupakan bagian dari dinamika iklim musiman yang terjadi secara alami setiap tahun, khususnya di wilayah-wilayah yang berada di dataran tinggi atau jauh dari garis pantai.
Masyarakat hanya perlu menyesuaikan diri dengan perubahan suhu ini, misalnya dengan menjaga daya tahan tubuh, mengenakan pakaian hangat saat tidur atau di pagi hari, serta menjaga ventilasi rumah tetap sehat meskipun udara dingin.
Fenomena bediding mungkin berbeda-beda dampaknya di tiap wilayah. Lalu bagaimana dengan tempat tinggal kamu? Apakah suhu pagi hari juga terasa lebih dingin dari biasanya? Dan kalau iya, apa saja cara yang kamu lakukan untuk menghadapi udara dingin ini?
Jangan lupa tonton