Penyelidikan Dugaan Kecurangan Pemilu Lebih Pas Melalui Hak Angket

27 February 2024 14:53

Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut penyelidikan dugaan kecurangan pemilu lebih pas diselidik melalui hak angket di DPR. Bukan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut penjelasannya, harus bisa dibedakan antara hak angket dengan perselishian hasil pemilihan umum (PHPU) di MK. Keduanya merupakan hal yang berbeda.

Dugaan kecurangan pemilu yang sedang banyak disorot ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi suara dalam pemilu. Oleh sebab itu sudah sewajarnya hal tersebut menjadi ranahnya DPR untuk menyeledikinya. Terlebih DPR mempunyai fungsi pengawas pemerintah.

"MK itu perselisihan hasil hasil pemilu saja. Jadi memang tidak akan bisa membahas kebijakan-kebijakan pemerintah," ujar Bivitri, dalam program Metro Siang Metro TV, Selasa, 27 Februari 2024.

Dengan hak angket, DPR bisa memanggil siapapun untuk memberikan kesaksian di hadapan sidang DPR. Selain itu, DPR juga memiliki keleluasaan waktu untuk mengusut hingga tuntas.

Sementara waktu sidang di MK hanya dua minggu saja. Karena keterbatasan waktu, MK akan membatasi saksi dan ahli yang dipanggil.
 

Baca: Hak Angket Dinilai Bisa Berujung pada Pemakzulan

"Sehingga seringkali kebenaran materiil itu tidak bisa diungkap dalam persidangan. Makanya sering sekali kami sebut dengan mahkamah kalkulator, karena dia hanya akan memperhitungkan penghitungan-penghitungan suara gitu," ujarnya.

Pihak yang diuntungkan dengan pengusutan melalui hak angket ialah masyarakat. Masyarakat akan 
mendapatkan haknya untuk memperoleh kejelasan tentang hal-hal yang selama ini berkaitan dengan dugaan kecurangan pemilu. Publik juga bisa melihat secara transparan prosesnya di DPR.

"Jadi buat saya yang terpenting dari hak angket ini adalah pemenuhan hak warga untuk mendapatkan informasi tentang apa yang selama ini sudah kita bicarakan. Terutama yang dilakukan oleh pemerintah," katanya.

Sementara terkait sengketa hasil pemilu di MK, masyarakat hanya bisa menantikan keputusan dari para hakim. Sebab yang berkaitan langsung antara masing-masing kubu peserta pemilu.

"Warga itu sebenarnya tidak punya legal standing," kata Bivitri.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan ketidakpuasan terhadap hasil pemilu harus diselesaikan di MK. Alasannya, pengajuan hak angket membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan dikhawatirkan terjadinya kevakuman kekuasaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)