20 October 2025 18:21
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya menganalisis bahwa selama dua dekade terakhir mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan pincang karena tidak semua komponen bekerja selaras. Ia membandingkan laju pertumbuhan ekonomi dari dua periode kepemimpinan.
Purbaya menunjukkan, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pertumbuhan Uang Primer (M0) yang mengukur uang beredar rata-rata mencapai lebih dari 17 persen. Konsekuensinya, pertumbuhan Kredit pinjaman sektor swasta juga kencang, rata-rata 22 persen. Hal ini menyebabkan sektor swasta private sector hidup, dan Gross Domestic Product (GDP) rasio utang terhadap produk domestik bruto turun.
Kondisi berbeda terjadi pada era Presiden Joko Widodo, di mana rata-rata pertumbuhan M0 rendah, bahkan sempat mendekati nol, yang ia sebut sebagai kondisi "ekonomi dicekik". Meskipun sempat membaik setelah pemerintah menyuntikkan Rp300 triliun, sektor swasta disebut masih belum menjadi pendorong utama pertumbuhan.
Purbaya menyoroti, pada pertengahan tahun 2025, sektor ril kembali 'dicekik' ke arah negatif, menyebabkan rakyat merasakan tekanan di perekonomian. Ia menegaskan, unjuk rasa yang terjadi di jalan seringkali bukan karena masalah politik, melainkan karena kesulitan ekonomi masyarakat.
Untuk mengatasi mesin pertumbuhan yang pincang ini, Purbaya mengklaim telah menyuntikkan Rp200 triliun ke sistem finansial.
"Gelontoran uang saya sudah menambah likuiditas di sistem finansial kita secara signifikan. Saya akan monitor itu dari bulan ke bulan. Kalau kurang saya tambah lagi. Saya masih punya uang banyak," ujar Menkeu Purbaya, dalam Satu Tahun Prabowo-Gibran, Kamis, 16 Oktober 2025.
Gelontoran dana tersebut terbukti dengan pertumbuhan M0 yang kini mencapai 13,2 persen.
(Muhammad Fauzan)