Zein Zahiratul Fauziyyah • 21 October 2025 14:33
Jakarta: Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 bukan sekadar tonggak sejarah, melainkan simbol lahirnya kesadaran kebangsaan Indonesia. Namun di balik peristiwa monumental itu, ada kekuatan penting yang sering terlupakan yaitu peran pers.
Lewat media cetak, ide tentang persatuan, kebangsaan, dan kemerdekaan tersebar ke seluruh penjuru nusantara, menyatukan semangat para pemuda dari berbagai daerah yang sebelumnya terpecah.
Awal Kebangkitan Nasional
Menjelang dekade 1920-an, politik etis Belanda mulai membuka akses pendidikan bagi kaum pribumi. Lahirnya kelompok pelajar terdidik seperti Boedi Oetomo dan Jong Java menjadi pemicu awal kesadaran nasional. Namun, semangat ini tidak akan tersebar luas tanpa adanya
media komunikasi. Di sinilah pers berperan.
Surat kabar seperti Pewarta Prijaji, Sinar Djawa, dan Tjahaja Timoer menjadi sarana penting bagi kaum intelektual untuk menyampaikan gagasan tentang kebangsaan dan persatuan. Melalui tulisan-tulisan kritis dan editorial yang tajam, pers menjadi ruang diskusi publik, menumbuhkan kesadaran bahwa Indonesia harus berdiri di atas satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Peran Media dalam Penyebaran Ide Persatuan
Kongres Pemuda Pertama pada 1926 dan Kongres Pemuda Kedua pada 27–28 Oktober 1928 menjadi puncak dari proses panjang penyatuan ide nasionalisme. Dalam kongres kedua, para pemuda dari berbagai daerah seperti Jong Sumatera Bond, Jong Islamieten Bond, dan Pemuda Kaum Betawi sepakat melahirkan tiga ikrar yang kini kita kenal sebagai
Sumpah Pemuda.
Setelah keputusan itu diresmikan, media massa menjadi ujung tombak penyebaran hasil kongres. Surat kabar dan majalah nasional segera mempublikasikan isi ikrar, memastikan pesan “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa” menjangkau seluruh rakyat Indonesia. Pers berperan bukan hanya sebagai saksi, tetapi juga sebagai alat propaganda positif yang memperkuat rasa nasionalisme.
Politik Etis dan Lahirnya Kaum Terpelajar yang Visioner
Perlu diingat, peran pers tidak muncul tiba-tiba. Ia tumbuh dari hasil kebijakan Politik Etis Belanda yang memberikan peluang pendidikan kepada rakyat Indonesia. Dari pendidikan lahirlah kaum muda terpelajar yang memahami arti kemerdekaan dan pentingnya komunikasi dalam perjuangan. Para pemuda inilah yang kemudian mendirikan berbagai
organisasi pergerakan nasional dan memanfaatkan media sebagai alat perjuangan.
Selain itu, media juga menjadi jembatan antarorganisasi pemuda yang sebelumnya terkotak-kotak secara kedaerahan. Melalui artikel dan opini, mereka dapat bertukar pikiran, menghapus sekat, dan membangun cita-cita bersama untuk merdeka.
Sobat MTVN Lens,
Sumpah Pemuda menegaskan bahwa pers memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran nasional. Tanpa pers, mungkin semangat persatuan itu hanya akan berhenti di ruang kongres. Kini, hampir seabad kemudian, peran pers tetap relevan di mana pers benar-benar menyuarakan kebenaran, menjaga semangat kebangsaan, dan mengingatkan bahwa kemerdekaan tidak pernah lahir dari diam, melainkan dari keberanian untuk menyampaikan suara.
Jangan lupa saksikan
MTVN Lens lainnya hanya di Metrotvnews.com.