Jakarta: Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang menyebut manfaat bayar pajak sama halnya dengan zakat dan wakaf menjadi viral. Menurut Bendahara Negara itu, setiap rezeki dan harta yang dimiliki ada hak orang lain yang bisa disalurkan lewat tiga jalan tersebut.
Memang banyak orang mengira pajak, zakat, dan wakaf dianggap serupa karena sama-sama berkaitan dengan pengelolaan harta. Namun ketiganya memiliki dasar hukum, tujuan, dan penerima manfaat yang berbeda.
Berikut penjelasan lengkap terkait perbedaan pajak, zakat, dan wakaf, seperti dilansir dari laman Rumah Zakat dan Muhammadiyah. Pemahaman ini penting agar terhindar dari kekeliruan.
1. Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, tanpa adanya imbalan langsung. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Pajak bertujuan membiayai pembangunan infrastruktur, menyediakan layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum. Penerima manfaat pajak adalah seluruh warga negara, tanpa memandang agama, dengan contoh pajak penghasilan, PPN, dan PBB.
Baca juga: Kenaikan Gaji DPR Capai Rp100 Juta, Ini Penjelasan Lengkapnya |
2. Zakat
Zakat merupakan kewajiban agama bagi Muslim yang mampu untuk mengeluarkan sebagian harta tertentu sesuai nisab kepada delapan golongan penerima (asnaf). Dasar hukumnya adalah Al-Qur’an (QS. At-Taubah: 60), hadis, dan ijma' ulama. Zakat terdiri dari zakat fitrah, yang dibayarkan sebelum Idulfitri setara 2,5 kilogram beras, serta zakat mal, yang berasal dari harta seperti emas, perdagangan, atau hasil pertanian.
Tujuan zakat adalah membersihkan harta dan jiwa, membantu fakir miskin dan mustahik lainnya, serta memperkuat solidaritas sosial umat Islam. Penerima manfaatnya adalah fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharim, fisabilillah, dan ibnu sabil.
3. Wakaf
Wakaf adalah penyerahan harta secara permanen untuk kepentingan umum atau ibadah, dengan syarat tidak boleh dijual maupun diwariskan. Dasar hukumnya adalah Al-Qur’an, hadis, serta Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Bentuk wakaf bisa berupa harta tidak bergerak seperti tanah, masjid, dan sekolah, maupun harta bergerak seperti uang, logam mulia, dan saham.
Tujuannya mendukung fasilitas ibadah dan pendidikan, memberdayakan ekonomi umat, serta memberikan pahala yang terus mengalir sebagai amal jariyah. Contohnya adalah wakaf tanah untuk pembangunan pesantren atau rumah sakit.
Perbedaan mendasar dari ketiganya terletak pada sifat dan penerima manfaat. Pajak adalah kewajiban negara yang bersifat universal, zakat adalah ibadah khusus Muslim dengan aturan syariat, sementara wakaf merupakan sedekah jariyah yang manfaatnya abadi.
Penting untuk dipahami bahwa zakat tidak menggantikan pajak, begitu pula sebaliknya. Ketiganya justru dapat dikombinasikan agar tercipta keseimbangan dunia dan akhirat. (Muhammad Adyatma Damardjati)