Korban Perkosaan Iwas Bertambah Jadi 13 Orang

4 December 2024 18:14

Polisi sudah menetapkan Iwas sebagai tersangka dan saat ini jumlah korban pun dilaporkan bertambah. Di sisi lain tersangka pun berkelit, bagaimana mungkin melakukan pelecehan mengingat kondisinya yang disabilitas?.

Pendamping korban Andre Safutra menyatakan  korban trauma dan ketakutan. Korban telah mematikan seluruh media sosial karena takut komentar warganet.

"Psikologisnya terganggu kemudian media sosial korban itu di matikan semua. Karena kemarin korban menyampaikan kepada masyarakat luas dan warganet tidak mempercayai pernyataan yang saya sampaikan kepada penyindik," kata Andre Safutra dalam Selamat Pagi Indonesia, Metro TV, Rabu, 4 Desember 2024.

Andre menyebut hingga kini terdapat 13 korban yang telah melapor tindakan pelecehan dan perkosaan yang dilakukan Iwas.
 

Baca: Polda NTB Ungkap 3 Korban Pelecehan Tunadaksa Baru

"Untuk yang dalam pelapor ini dari ada dua saksi yang sudah di berita acara pemeriksaan (BAP). Dua saksi ini sebagai korban pada tanggal 1 Oktober 2024 yang di mana terjadi di pagi hari dan korban lainnya terjadi di malam hari. Kemudian ada di tanggal 28 September  2024. Saya bertemu tadi malam. Sudah lebih dari 10 sekitar kurang lebih 13 korban," kata Andre.

Sementara itu pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyebut terdapat salah persepsi masyarakat terhadap kasus perkosaan dan disabilitas.

"Kita selama ini acap salah kaprah dalam berimajinasi atau menarasikan tentang perkosaan atau kekerasan seksual serta ketika berimajinasi dan menarasikan tentang penyandang disabilitas. Ketika kita bicara tentang kekerasan seksual khususnya rudapaksa kita membayangkan bahwa pelaku adalah monster yang kuat. Fokus rudapaksa secara keliru dianggap sebagai persoalan fisik semata," kata Reza.

Reza menyebut masyarakat perlu memahami esensi dari rudapaksa tidak hanya berasal dari tubuh yang kuat tetapi juga unsur mentalitas.

"Demikian pula ketika kita menyoroti penyandang disabilitas. Anggapan salah bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang tidak. Dua hal semacam ini kalau digandeng jelas akan memunculkan anggapan bahwa mana mungkin penyandang disabilitas melakukan pemerkosaan karena pemerkosaan hanya bisa dilakukan oleh mereka-mereka yang super kuat. Esensi dari kekerasan seksual bukan pada fisik tapi pada sikap batin pada kecakapan mental pelaku," ucapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Diva Rabiah)