Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nurianta (MAN) sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara. MAN diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar.
Kejagung menangkap MAN kemarin, Sabtu, 12 April 2025, malam. Penangkapan tersebut terkait dengan perkara dugaan korupsi penerimaan suap dan gratifikasi dalam putusan terhadap korporasi kasus korupsi pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit.
Penyidikan berlanjut hari ini, Kejagung melakukan pemeriksaan terhadap hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus) yang menjatuhkan putusan lepas atau onslag perkara dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah atas nama korporasi. Pemeriksaan dilakukan terhadap Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom dan Djumyanto yang merupakan ketua majelis hakim dilakukan di Kantor Kejagung.
Buntut dari Suap Hakim Vonis Ronald Tannur
Kejagung telah menahan empat orang tersangka kasus dugaan suap putusan
onslag dalam perkara korupsi ekspor CPO atas nama korporasi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Sebelumnya Direktur Penyidikan Jampitus Kejagung Abdul Qohar mengatakan kasus itu terungkap dari barang bukti yang ditemukan dalam kasus suap hakim vonis bebas
Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
“Penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Surabaya. Ini bermula dari pengembangan perkara yang kita tangani terkait dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi di PN Surabaya,” tutur Abdul Kohar dikutip dari
Primetime News, Metro TV, Minggu, 13 April 2025.
Kronologi Penangkapan MAN
Pada Sabtu, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung juga menangkap WG yang merupakan seorang panitera muda di PN Jakarta Utara, serta menangkap MS dan AR yang merupakan advokat. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka.
Arif Nuryanta diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar untuk mengatur putusan lepas dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah dengan terdakwa korporasi. Uang itu diberikan tersangka advokat MS dan AR kepada Arif melalui perantara tersangka panitera muda perdata PN Jakarta Utara, WG.
Suap tersebut diterima saat Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dugaan
suap itu berujung pada keluarnya putusan lepas atau onslag dari majelis hakim terhadap para terdakwa korporasi.
“Panitera orang kepercayaan dari MAN. Kemudian melalui dialah terjadi adanya kesepakatan itu dan kemudian ditunjuklah tiga majelis hakim. Apakah kemudian tiga majelis hakim mendapat itu atau tidak ini yang sedang kami dalami. Tapi yang pasti putusannya sesuai dengan yang diminta,” jelas Abdul Qohar.
Kejagung tengah mengusut aliran dana dugaan suap itu kepada majelis hakim yang mengadili perkara. “Terkait dengan putusan
onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak ya diduga sebanyak Rp60 miliar,” tambahnya.
Adapun tiga majelis hakim yang mengadili korupsi ekspor minyak sawit mentah dengan terdakwa korporasi adalah Ketua Majelis hakim Djuyamto dengan anggota Ali Muhtarom, Agam Syarif Baharudin, serta panitera pengganti Aknasia Marliana Tubalowoni.
Hakim membebaskan para terdakwa karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Atas putusan tersebut, Kejagung mengajukan Kasasi.