Telusur Kasus

Arungi Asa Menuju Bangsa Cerdas

21 November 2024 15:01

Pendidikan menjadi tonggak kemajuan sebuah bangsa. Kecerdasan generasi muda menjadi asa kemajuan negara. Tak terkecuali Indonesia yang sedang menyongsong Generasi Emas 2045.

Namun, pemerataan pendidikan di Indonesia tampaknya masih menjadi tantangan besar dan hal mewah bagi beberapa anak. Bahkan, butuh perjuangan besar hanya sekedar untuk duduk di bangku sekolah.
 

Baca juga: Santap Siang: Wacana UN Jadi Syarat Lulus

Tim Metro TV bertemu dengan Widia, siswi SDN 3 Margajaya, Kabupaten Lebak, Banten. Sejak kelas 1 hingga 6 SD, Widia harus berjalan sejauh 2 km melewati jembatan bambu dan perkebunan. 

"Setiap hari lewat sini (jembatan)," ujar Widia.

Begitun Ipik, siswa kelas 1 SD yang sebenarnya takut saat melewati jembatan bambu. Namun, dirinya tak punya pilihan lain. 

"Takut tergerus (sungai)," ucap Ipik.

Semangat Widia dan Ipik patut diapresiasi. Jauh dan sulitnya akses menuju sekolah tak menjadi halangan bagi mereka untuk menuntut ilmu.

Tak hanya akses jalan ke sekolah yang kerap menjadi tantangan para generasi penerus bangsa, ratusan siswa SDN Tamberu 2, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur, terpaksa belajar di garasi dan teras warga selama enam bulan terakhir. Pasalnya, sekolah mereka disegel oleh warga yang mengklaim sebagai ahli waris.

Fian, salah satu siswa dan teman-temannya bahkan tak bisa bersekolah jika hujan turun karena tergenang air dan kehujanan. "Hujan di luar enggak bisa belajar," ungkapnya.
 
Baca juga: Wamendikdasmen Akan Kurangi Beban Administratif Guru

Tak hanya permasalahan terkait fasilitas sekolah, isu perubahan kurikulum dan sederet wacana lain kini juga sedang menghantui sistem pendidikan Indonesia. Meski tujuan sama-sama untuk mencerdaskan anak bangsa dengan cara yang terbaik.

Iding Sirojudin, guru SMAN 78 Jakarta yang sudah mengajar sejak 1996 menceritakan perubahan kurikulum yang pernah dialami setidaknya lima kali. "Saya melihat di kurikulum yang baru itu ada ketergesa-gesaan. Harusnya diteliti dulu, yang saya tahu ketika kurikulum itu mau berubah itu diteliti lama. Kalau sekarang saya lihat hanya mungkin 1-2 tahun langsung," kata Iding.

Sementara pengamat pendidikan Retno Listyarti menentang perubahan kurikulum. "Ini yang paling sering diucapkan adalah Kurikulum Merdeka. Menurut saya dengan berbagai kekurangan mungkin ini juga membuat guru dan murid jadi belajar lagi dari 0 dan memulai hal yang baru. Guru selalu menjadi korban kebijakan-kebijakan seperti ini," jelas Retno. 

Namun wacana terkait pendidikan tak hanya soal dihapusnya Kurikulum Merdeka. Ada beberapa wacana terkait pendidikan yang saat ini ramai diperbincangkan. Mulai dari ujian nasional (UN) yang rencananya akan kembali diterapkan sebagai salah satu syarat kelulusan, penerapan mata pelajaran AI dan coding bagi siswa SD hingga SMP, evaluasi sistem zonasi, sertifikasi untuk guru ASN maupun non ASN, dan wajib belajar 13 tahun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Silvana Febriari)