Pemerintah Janji Tak Naikkan Harga Pertalite-Solar di Tahun Politik

Ilustrasi. Foto: dok MI.

Pemerintah Janji Tak Naikkan Harga Pertalite-Solar di Tahun Politik

Media Indonesia • 1 October 2023 16:48

Jakarta: Direktur eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpandangan pemerintah tidak ingin mengambil risiko menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) penugasan (JBKP) pertalite dan jenis BBM Tertentu (JBT) solar, karena sudah memasuki tahun politik di 2023.

Meski tren harga minyak dunia merangkak naik di atas USD90 per barel, Komaidi meyakini pemerintah tidak mengambil kebijakan yang kurang populis dengan penaikan harga BBM subsidi. Sampai saat ini pertalite masih bertengger di harga Rp10 ribu per liter dan solar dengan Rp6.800 per liter.

"Di tahun politik opsi menaikkan harga BBM subsidi itu terlalu sensitif. Pemerintah enggan mengambil risiko itu. Menjaga harga BBM subsidi menjadi prioritas pemerintah saat ini," ujar Komaidi saat dihubungi Media Indonesia, Minggu, 1 Oktober 2023.

Menurut dia, penting bagi pemerintah menjaga daya beli masyarakat lantaran kenaikan harga BBM subsidi dapat memicu tingginya kenaikan inflasi. Dari data Pertamina di 2022, sebanyak 80 persen BBM subsidi dinikmati masyarakat kalangan menengah atas.

"Pemerintah akan berupaya tetap menjaga daya beli masyarakat dengan tidak perlu menaikkan BBM subsidi, cuma konsekuensinya anggaran subsidi semakin besar," jelas Komaidi.

Dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2024, belanja subsidi jenis BBM tertentu mencapai Rp25,7 triliun di tahun depan. Angka itu meningkat 10,3 persen dibandingkan 2023 dengan Rp23,3 triliun.

Direktur eksekutif ReforMiner Institute itu menambahkan imbas keputusan pemerintah yang tidak menaikkan harga BBM subsidi di tengah lonjakan harga minyak dunia ialah beban usaha yang akan ditanggung PT Pertamina (Persero) semakin berat.

Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diketahui harga asli pertalite sebesar Rp11 ribu per liter. Pertamina harus menanggung selisih Rp1.000 per liter. Sedangkan di 2022, Pertamina juga harus menanggung selisih harga jual solar sebanyak Rp7.800 per liter.

"Dampaknya itu kalau pemerintah tidak konsisten menutup selisih ke Pertamina, maka cash flow perusahaan itu akan bertambah berat," kata Komaidi.

Baca juga: Pertamina Resmi Menaikkan Harga Pertamax Cs per 1 Oktober
 

Pelebaran defisit APBN


Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan akan ada pelebaran defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), apabila harga minyak dunia pada tahun depan secara rata-rata berada direntang USD90 sampai USD100 per barel.

Saat ini asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) sebesar USD82 per barel. Pemerintah, kata Josua, harus menanggung defisit Rp6,5 triliun dari setiap kenaikan harga minyak mentah sebesar USD1 per barel.

Ini disebabkan oleh lebih besarnya kenaikan belanja pemerintah sebanyak Rp10,1 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan pendapatan pemerintah yang hanya sebesar Rp3,6 triliun.

"Maka, defisit dapat diperkirakan meningkat sebesar Rp52 triliun sampai Rp117 triliun. Deviasi yang cukup besar ini akan berpengaruh pada pelebaran defisit APBN," ungkap dia saat dihubungi terpisah.

Josua melihat harga minyak mentah global ke depan masih relatif tinggi, sejalan dengan pemotongan produksi dari Arab Saudi dan Rusia. Namun, katanya, kecil kemungkinan untuk bisa menembus harga di atas USD100 per barel.

"Hal ini karena AS dolar yang masih berpotensi menguat saat ini, sejalan dengan The Fed yang masih hawkish, sehingga akan menekan harga minyak. Lalu, ada pelemahan ekonomi Tiongkok juga berpotensi menurunkan permintaan minyak mentah," jelas Josua.

(INSI NANTIKA JELITA)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)