Candra Yuri Nuralam • 21 March 2025 06:51
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengulik aliran dana kasus dugaan rasuah pengadaan KTP-el, ke anggota DPR. Pihak swasta Andi Agustinus alias Andi Narogong diminta memberikan informasi soal sebaran duit itu.
“Terkait dengan penyebutan nama-nama beberapa legislator, itu dari dulu, sudah ada beberapa juga yang dilakukan penegakan,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.
Asep mengatakan penelusuran aliran uang ke anggota DPR ini merupakan bagian dari pemberkasan kasus untuk tersangka sekaligus buronan Paulus Tannos. Sehingga, KPK perlu mengulang lagi informasi yang didapat dulu.
“Jadi diperlukan keterangan-keterangan lagi. Kemungkinan ada keterangan baru dari saduara AN (Andi Narogong) dan lainnya,” ucap Asep.
Asep enggan memerinci nama-nama anggota DPR yang diguyur Tannos uang, berdasarkan keterangan Andi. KPK berharap pemulangan buronan itu berjalan lancar, sehingga persidangan bisa digelar.
“Dan ini juga merupakan sejarah di mana ekstradisi yang pertama kali, mudah-mudah ini secepatnya, antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Singapura. Tapi prosesnya sedang berjalan,” ujar Asep.
Dalam perkembangan kasus ini, KPK bersama dengan pemerintah Indonesia tengah mengupayakan pemulangan tersangka sekaligus buronan Paulus Tannos. Dia berada di Singapura.
Dalam perkembangan perkara ini, pemerintah Indonesia telah menyelesaikan permintaan berkas untuk pemulangan Tannos dari Singapura. Dia ditangkap oleh otoritas penegak hukum di Singapura pada 17 Januari 2025.
Pemulangan Tannos diusahakan oleh KPK, Kejaksaan Agung, Polri, dan Kementerian Hukum. Buronan itu diketahui memiliki kewarganegaraan ganda.
Tannos merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Selain dia, eks anggota DPR Miryam S Haryani juga menjadi tersangka.
Miryam dan Tannos Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor? sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.