Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi. (MI/Ebet)
Media Indonesia • 2 December 2024 07:19
PEMILIHAN Kepala Daerah 2024 bisa disebut sebagai anak tangga yang dilewati menuju kontestasi pemilihan presiden. Kepala daerah terpilih memiliki kapasitas memadai menjadi calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2029.
Kapasitas memadai kepala daerah tersebut yang mendasari Mahkamah Konstitusi mengambil Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itulah yang memungkinkan Wali Kota Surakarta (Solo) Gibran Rakabuming Raka berkontestasi dalam Pemilu 2024 meski yang bersangkutan belum berusia 40 tahun sebagaimana persyaratan undang-undang. Ia terpilih menjadi wakil presiden mendampingi Presiden Prabowo Subianto.
Menurut MK, kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) dan jabatan elected officials dalam pemilu legislatif (anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD) yang pernah/sedang menjabat sudah sepantasnya dipandang memiliki kelayakan dan kapasitas sebagai calon pemimpin nasional.
MK menilai pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional meskipun berusia di bawah 40 tahun.
Jika menelaah secara saksama fenomena dalam satu dekade terakhir, sesungguhnya ada kelapangan dada pemimpin partai politik untuk memberikan kesempatan kepada kepala daerah mengikuti kontestasi di level nasional. Parpol membuka pintu lebar-lebar bagi pemimpin daerah yang berhasil untuk meraih tempat di tingkat nasional.
Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat dimulai 2004. Ketika itu dan Pilpres 2009, orientasi parpol masih Jakarta-sentris. Partai hanya melirik tokoh-tokoh yang sudah malang melintang di pentas politik nasional untuk menjadi capres-cawapres. Kepala daerah sama sekali tidak dilirik.
Ada empat pasangan calon presiden-calon wakil presiden yang bertarung pada Pilpres 2004. Mereka ialah Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. SBY-JK keluar sebagai pemenang.
Pilpres 2009 diikuti tiga pasangan, calon yaitu Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan Jusuf Kalla-Wiranto. SBY berhasil mempertahankan kekuasaannya untuk periode kedua.
Kemunculan kepala daerah dalam kontestasi tingkat nasional baru dimulai pada Pilpres 2014. Mereka yang bertarung saat itu ialah Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Jokowi yang ketika itu menjabat Gubernur DKI Jakarta dan sebelumnya menjadi Wali Kota Surakarta keluar sebagai pemenang.
Kemenangan Jokowi di Pilpres 2014, langsung atau tidak langsung, menginspirasi parpol untuk mengusung kepala daerah. Muncul Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno maju sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2019. Ia berpasangan dengan calon presiden Prabowo Subianto, tetapi keduanya kalah bertarung melawan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Pilpres 2024 bisa disebut sebagai berakhirnya belenggu oligarki dan sistem dinasti kekuasaan yang sudah lama membelit partai. Tidak tanggung-tanggung, ada tiga kepala daerah yang bertarung dalam Pilpres 2024.
Mereka ialah Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta, yang berpasangan dengan Muhaimin Iskandar; Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka; dan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berpasangan dengan Mahfud MD. Pemenangnya ialah Prabowo-Gibran.
Tegas dikatakan bahwa Pilkada 2024 menjadi persemaian pemimpin nasional untuk calon presiden dan calon wakil presiden pada Pilpres 2029. Pilkada digelar di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Hanya Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak menggelar pilkada.
Baca Juga:
Hasto Sebut Ada Upaya untuk Tenggelamkan PDIP di Pilkada dan Pemilu |